MEDAN - Analis kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyebut amburadulnya aturan PPKM tak mengejutkan. Sebuah kebijakan publik idealnya dibangun dengan proses matang melalui kajian, perencanaan, hingga konsultasi publik. Tanpa itu semua, apa yang diharapkan?
"Karena aturannya awalnya sudah enggak jelas, kita lihat ya akhirnya amburadul," tutur Trubus kepada VOI, Selasa, 27 Juli.
BACA JUGA:
Pemerintah Gunakan UU Karantina sebagai landasan kebijakan
Memang, di tengah kondisi kedaruratan, pembentukan kebijakan juga memerlukan kecepatan. Fungsi kajian, perencanaan, dan konsultasi publik bisa dikesampingkan. Namun kondisi itu jugalah yang memaksa pemerintah untuk menggunakan UU Karantina sebagai landasan kebijakan.
Kenapa? UU Karantina memiliki turunan aturan yang dapat dijadikan acuan kebijakan. Dan UU Karantina, yang jelas telah melalui kajian lebih matang ketimbang inmendagri-inmendagri yang melandasi PPKM. Dasar hukum sebuah kebijakan nyatanya bukan cuma administratif belaka.
Ia berpengaruh pada turunan aturan serta implementasi dari penegakan aturan itu. "Idealnya merujuk UU. Maka kebijakan itu seharusnya dilandasi dasar hukum. Perencanaan konsultasi publik kalau situasi normal. Kalau dalam kondisi extraordinary pakai saja UU yang sudah ada."
Yang dikatakan Trubus sejalan dengan epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman. Menurut Dicky UU Karantina, bagaimanapun telah melalui kajian panjang yang dapat digunakan pemerintah untuk menyusun kebjakan pengendalian pandemi. Ada empat skema yang disediakan UU Karantina.
Keempat skema itu adalah Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Rumah, dan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB). Tak ada PPKM. Menurut Dicky PPKM adalah jalan pintas yang diambil pemerintah untuk menghindari kewajiban memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang diamanatkan UU Karantina.
"PPKM Darurat itu kan dibuat karena memang semacam jadi shortcut. Karena UU itu banyak turunannya belum selesai. Belum tuntas, gitu. Itu sebetulnya harus diperbaiki. Harusnya segera. Akhirnya regulasi kita ini enggak bisa dipakai," tutur Dicky kepada VOI.
"Sebetulnya PSBB dan Karantina Wilayah itu sudah hasil kajian panjang. Saya terlibat juga. Hanya yang memberatkannya itu harus ada beban pemerintah untuk meng-cover biaya, beban kehidupan. Itu yang memberatkan. Terus juga belum ada pembagian peran yang belum jelas antara institusi. Ya, masih banyak bolong-bolongnya," tambah dia.
Artikel ini pernah tayang di VOI.ID dengan judul: Aturan Konyol Makan 20 Menit jadi Wajar Jika Melihat Tak Jelasnya Dasar Hukum PPKM
Selain Aturan PPKM, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!