MEDAN - Menteri Koordinator bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCPPEN), Airlangga Hartarto, mengatakan saat ini Indonesia tengah mempersiapkan masa pre dan post herd immunity. Dimana pencapaian post pandemi COVID-19 akan bergeser di waktu ke depan menjadi endemi.
"Tentu untuk menghadapi ini masih diperlukan vaksinasi. Strategi vaksinasi post pencapaian herd immunity perlu dipikirkan dari sekarang. Kantor kami bersedia terus bekerjasama dengan Unair agar bisa di siapkan terkait mekanisme distribusi maupun mengurangi impor vaksin ke depan," ujar Airlangga dalam sambutannya di acara Gebrak COVID-19 Universitas Airlangga Surabaya, yang disiarkan lewat daring, Jumat, 30 Juli.
BACA JUGA:
Pentingnya Gerakan 3 M dari masyarakat
Untuk mengendalikan kasus aktif, lanjutnya, pemerintah di hulu mengingatkan bahwa 3 M dari masyarakat berperan penting. Dan gerakan aksi bersama serentak tanggulangi COVID-19 atau Gebrak COVID-19 yang diprakarsai Universitas Airlangga Surabaya betul-betul mengingatkan masyarakat bahwa COVID-19 hanya bisa dicegah apabila ada partisipasi dan kedisiplinan masyarakat.
Selain itu, kata dia, pelaksanaan testing, tracing dan treatmen juga harus dilakukan. Berdasarkan regulasi WHO positivity rate kurang dari 5 persen, dimana per seribu penduduk dites satu orang.
"Namun karena kita positivity rate-nya diatas 15 persen maka per seribu penduduk maka minimal dites 15 orang," kata Airlangga.
"Dan tentu di Jatim diharapkan dibuatkan standar minimal. Berbasis pada instruksi Mendagri sebagai contoh di Surabaya minimal dilakukan testing per hari 6.254 testing. Dengan jumlah testing yang besar maka kita tentunya bisa menjaring kasus aktif yang lebih tinggi. Namun ini lebih baik karena pada saatnya kita ketahui betul-betul betapa sebetulnya penduduk yang terpapar COVID-19," sambungnya.
Terkait dengan treatmen, kata Airlangga, ini menjadi kunci untuk menekan tingkat kematian. Sebab, menurutnya, kasus kematian banyak menimpa lansia dan mempunyai komorbid.
Karena itu, dalam penanganan pandemi COVID-19, penderita komorbid perlu diperhatikan lebih utama. Yakni adalah TBC, karena merupakan penyakit paru-paru. Berdasarkan data WHO, Indonesia berada di nomor dua di dunia.
"Sehingga tentu penanganan komorbid TBC perlu menjadi perhatian agar tidak menjadi faktor utama kematian. Demikian pula diabetes, dimana Indonesia adalah nomor 6 di dunia sehingga masyarakat perlu di ingatkan bahwa mereka yang komorbid ini harus terus di terapi dan diberi perhatian lebih," kata Airlangga.
Sementara, di hilir untuk kapasitas tempat tidur di Jawa reaktif sudah di dorong ke konversi 40 persen, dan juga didorong isolasi-isolasi terpusat. Dimana isolasi terpusat ini untuk menangani masyarakat yang dari segi tempat tinggalnya tidak memungkinkan untuk isolasi mandiri.
"Dan isolasi mandiri ketersediaan obat menjadi faktor utama yang terus diperhatikan oleh pemerintah," kata Airlangga.
Artikel ini pernah tayang di VOI.ID dengan judul: Tekan Tingkat Kematian COVID-19, Pemerintah Ingatkan Masyarakat Beri Perhatian Lebih ke Penderita Komorbid
Selain Antisipasi Tingkat Kematian COVID-19, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!