Banjir, Pemindahan Ibukota ke Penajam Paser Utara Diminta agar Ditinjau Lagi
Kondisi banjir yang melanda Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur pada Jumat (BNPB)

Bagikan:

JAKARTA - Tiga desa di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), sempat terendam banjir. Banjir akibat hujan intensitas tinggi disertai pasang air laut yang membuat air sungai meluap itu berdampak pada 101 kepala keluarga dan 101 rumah serta 1 musala.

Banjir di Penajam Paser Utara ini lantas menjadi sorotan berbagai pihak. Pasalnya, daerah tersebut bakal dijadikan sebagai ibu kota negara baru.

Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta Pemerintah memeriksa kembali lokasi banjir di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. 

Selain untuk membantu masyarakat yang terdampak, menurut Saleh, pemeriksaan juga diperlukan untuk memastikan bahwa lokasi tersebut aman untuk dijadikan sentra pemindahan ibu kota. Dengan begitu, kata dia, silang pendapat di medsos hari ini bisa dihindari.

"Ada banyak daerah yang kena banjir saat ini. Semua itu harus diperhatikan dan mendapat bantuan. Namun, banjir di Penajam Paser Utara ini sedikit mendapat sorotan karena dikaitkan dengan rencana pemindahan ibu kota," ujar Saleh kepada wartawan, Senin, 20 Desember. 

Anggota Komisi IX DPR itu meyakini, pemerintah telah melakukan studi yang mendalam di daerah tersebut. Karenanya, menurut Saleh, tidak ada salahnya jika dilakukan studi tambahan untuk mengetahui berbagai kemungkinan lain di luar hasil studi sebelumnya. 

 

Dikatakannya, masih cukup waktu untuk mengelola lokasi tersebut sehingga benar-benar visible dan sesuai kriteria untuk dijadikan Ibu Kota Negara (IKN). 

"Kalaupun pemerintah serius mau memindahkan IKN, masih cukup waktu untuk mengelola lingkungan yang ada di sana. Membangun IKN, kan tidak bisa sehari dua hari. Butuh waktu 2 atau 3 tahun, bahkan lebih," kata Saleh. 

Saleh meminta masyarakat untuk tidak langsung memvonis persoalan pemindahan ibu kota ke Kaltim.

 

"Silakan ditunggu hasil studi dan kajian pemerintah. Pemerintah tentu berkepentingan untuk mengumumkannya kepada publik secara luas," tandas Saleh. 

 

 

Sementara pengamat politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, mengatakan banjir di Penajam Paser Utara membuat penetapan IKN baru layak dipertanyakan. Sebab menurutnya, ada kesan penetapan lokasi IKN yang baru ini serampangan.

"Kalau di Penajam Paser Utara terjadi banjir, tentu penetapan lokasi IKN baru tanpa studi yang komprehensif. Ada kesan penetapan lokasi tersebut hanya berdasarkan intuisi, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah," ujar Jamiluddin kepada VOI, Senin, 20 Desember. 

Apalagi, lanjutnya, salah satu alasan pemindahan IKN karena DKI Jakarta dinilai daerah banjir. Kalau lokasi IKN baru juga banjir, kata Jamiluddin, maka pemindahan IKN bukanlah untuk mengatasi masalah banjir.

"Untuk apa mengeluarkan ratusan triliun kalau IKN yang baru nantinya tidak berbeda dengan Jakarta yang dinilai selalu banjir? Kalau terus dipaksakan, maka penguasa sekarang akan mempertanggungjawabkan kebijakannya memindahkan IKN," tegas Jamiluddin. 

Oleh karena itu, Jamiluddin menilai, niat memindahkan IKN ke Penajam Paser Utara, Kaltim, layak ditinjau kembali. "Perlu dipikirkan lokasi yang benar-benar terbebas dari banjir. Untuk itu, tentu diperlukan studi yang komprehensif oleh para ahli, bukan didasarkan selera seorang penguasa," katanya. 

Jamiluddin mengingatkan, bahwa memindahkan IKN tak perlu terges-gesa, seperti memindahkan gubuk di ladang. Pemerintah, kata dia, harus membentuk tim dari multidisiplin untuk mengkaji lokasi yang pas untuk IKN yang baru.

"Pemerintah tidak usah ikut campur atas kajian tim yang dibentuk. Biarkan mereka bekerja secara ilmiah agar lokasi IKN diperoleh yang ideal," jelasnya. 

Pemerintah, tambah Jamiluddin, juga harus menanyakan lokasi IKN kepada rakyat, bukan menentukan sendiri sesukanya. Menurutnya, rakyat seharusnya diberi pilihan berdasarkan hasil rekomendasi dari tim kajian yang dibentuk.

"Cara kerja tersebut selain memenuhi standar ilmiah, juga sejalan dengan prinsip demokrasi. Hal ini harus dilakukan pemerintah agar kejadian banjir seperti di Penajam Paser Utara tidak perlu terjadi," tandas Jamiluddin.