Diborgol dan Berompi Oranye KPK, Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Itong Isnaeni Hidayat Jadi Tersangka
Jumpa pers terkait OTT KPK di PN Surabaya/FOTO: Wardhany Tsa Tsia- VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Itong Isnaeni Hidayat jadi tersangka. Penetapan ini dilakukan setelah Itong terjerat operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 19 Januari.

Pantauan VOI, Itong bersama dua tersangka lain turun dari ruang pemeriksaan Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan setelah diperiksa sejak pukul 20.20 WIB. Dia menggunakan rompi oranye bertuliskan Tahanan KPK dan tangannya terborgol.

Selama diumumkan sebagai tersangka, Itong tak bisa diam ketika berdiri. Badannya bergerak gelisah saat berdiri di belakang Pimpinan KPK serta petinggi dari Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang hadir.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan ada lima orang yang diamankan dari operasi senyap di wilayah Surabaya, Jawa Timur. Dari jumlah tersebut, komisi antirasuah kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka yang salah satunya adalah Itong.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status sebagai tersangka," kata Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Januari.

Dalam operasi senyap itu ditemukan uang sebesar Rp145 juta sebagai tanda jadi awal terkait pembubaran PT SGP dengan nilai aset yang bisa dibagi sebesar Rp50 miliar. Adapun total uang yang harus diserahkan Rp1,3 miliar agar keputusan sesuai dengan pihak swasta yang jadi penyuap.

KPK juga menduga Itong menerima uang dari sejumlah kasus yang disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya. Nantinya, hal ini akan didalami lebih lanjut saat proses penyidikan.

Setelah diumumkan status hukumnya, Itong bersama tersangka lainnya akan ditahan disejumlah rumah tahanan (rutan) KPK yang berbeda. Nantinya, mereka akan lebih dulu melakukan isolasi mandiri di ruang tahanan masing-masing karena pandemi COVID-19 masih terjadi.

"Untuk proses penyidikan dilakukan upaya paksa penahanan selama 20 hari ke depan dimulai 20 Januari hingga 8 Februari," ungkap Nawawi.

Saat dibacakan statusnya, Hakim Itong sempat berbalik badan dan menyatakan apa yang disampaikan KPK tidak benar.

"Saya tidak pernah menjanjikan apa pun. Itu omong kosong," tegas Itong yang kemudian diminta berbalik ke arah tembok oleh pengawal tahanan.

Atas perbuatannya, Itong selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.