MEDAN - Terkait dangan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira mengatakan bahwa pemberian bukan berarti masalah minyak goreng yang naik bisa teratasi.
Dia mengibaratkan pemberian BLT seperti parasetamol.
BACA JUGA:
"Ibarat parasetamol ini cuma menurunkan demam, tapi penyebab utama naiknya harga minyak goreng belum ada solusinya," katanya kepada VOI, Rabu, 6 April.
Pemerintah harus tangkap mafia minyak goreng
Lebih lanjut, menurut Bhima, idealnya di satu sisi pemerintah harus selesaikan masalah tata kelola minyak goreng kemasan dan curah.
"Kalau berikan BLT tanpa tangkap mafia minyak goreng yang sebabkan kelangkaan sama saja percuma," ucapnya.
Selain itu, Bhima mengatakan pemberian BLT minyak goreng juga perlu perhatikan akurasi data penerima. Menurut Bhima, untuk PKH mungkin tidak ada masalah, karena datanya sudah semakin baik dan disinkronkan dengan DTKS.
"Tapi untuk pedagang gorengan, pendataan ini penting sekali karena dikhawatirkan ada duplikasi data penerima sehingga tidak tepat sasaran," tuturnya.
Misalnya, kata Bhima, pedagang gorengan dengan pemilik yang sama menerima dua kali jatah BLT. Sementara yang gunakan minyak goreng tidak hanya pedagang gorengan, industri makanan minuman kecil yang terdampak juga harus diperhatikan pemerintah.
"Sebagian besar usaha mikro bergerak disektor makanan minuman. Apa pemerintah bisa cover semua? Masalahnya adalah sebagian besar PKL tadi kan belum memiliki izin usaha yang terdaftar di pemerintah," jelasnya.
Selain itu, kata Bhima, pedagang gorengan cenderung berpindah-pindah lokasi jualan jadi menyulitkan pendataannya. Sehingga, sinkronisasi dan akurasi data yang dimiliki pemerintah daerah, Kementerian Koperasi dan UMKM dan data di tingkat asosiasi harus berjalan.
"Pemerintah juga bisa membuka posko aduan di tiap kabupaten kota untuk mendata PKL yang berhak mendapat BLT tapi belum menerima haknya," tuturnya.
Tak hanya itu, Bhima mengatakan disparitas harga minyak goreng di jawa dan luar jawa terlalu lebar. Contohnya, uang Rp100 ribu per bulan di luar jawa seperti daerah sulawesi tenggara hanya bisa beli minyak goreng kemasan 2 liter.
"Kalaupun disuruh membeli curah antri dan pasokan dibatasi. BLT tidak bisa dipukul rata per keluarga mendapat Rp100 ribu karena disparitas harga tadi berbeda beda," ucapnya.
Seperti diketahui, BLT minyak goreng yang akan disalurkan Pemerintah adalah senilai Rp100 ribu per bulan per Keluarga Penerima Manfaat (KPM). BLT akan diberikan pada April, Mei, Juni 2022. Namun pembayarannya dilakukan sekaligus menjadi Rp300 ribu pada April 2022.
BLT minyak goreng diberikan kepada 23 juta orang. Rinciannya, 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta pedagang kaki lima (PKL).
Artikel ini pernah tayang di VOI.ID dengan judul: Bukan Solusi untuk Atasi Kenaikan Harga Minyak Goreng, Pengamat Ibaratkan BLT Seperti Parasetamol
Selain BLT Minyak Goreng, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI Sumut, Berita Sumatera Utara Terkini!