Eks Pejabat Dinas Kehutanan DKI Tersangka Mafia Tanah, Ini Respons Wagub Riza Patria
Ahmad Riza Patria/Foto: Antaranews

Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan mantan Kepala UPT Tanah Dinas Kehutanan (Dinas Pertamanan dan Hutan Kota) DKI Jakarta berinisial HH sebagai tersangka kasus mafia tanah di Cipayung, Jakarta Timur.

Merespons hal ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku pihaknya mendukung langkah Kejati DKI untuk mengusut tuntas kasus korupsi pengadaan tanah tersebut.

"Kalau memang terbukti, tentu menjadi tugas dan kewenangan aparat hukum memberikan sanksi. Kami mendukung aparat hukum memberikan sanksi siapa saja jajaran pemprov yang langgar aturan dan ketentuan," kata Riza kepada wartawan, Selasa, 21 Juni.

Meski ada pejabat DKI yang ternyata turut bermain dalam kasus mafia tanah tersebut, Riza mengklaim dirinya dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mewanti-wanti anak buahnya untuk tidak melakukan tindak korupsi maupun suap-menyuap.

"Lalu, kami mendukung upaya aparat hukum, apakah itu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, sampai dengan KPK untuk membantu, memastikan bahwa program-program Pemprov DKI Jakarta berjalan sesuai perencanaan, ketentuan yang ada dan tidak ada penyalahgunaan kewenangan, kekuasaan, anggaran, dan lain-lain," urainya.

Sebagaimana diketahui, pada Jumat, 17 Juni 2022, penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kembali menetapkan tersangka dalam kasus Mafia Tanah Cipayung, yakni HH selaku mantan Kepala UPT Tanah Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.

Saat masih menjabat pada tahun 2018, HH melaksanakan pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, tanpa adanya dokumen perencanaan pengadaan tanah, peta informasi rencana kota dari Dinas Tata Kota, permohonan informasi asset, dan tanpa persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan.

Dalam melancarkan aksi korupsinya, HH memberikan resume penilaian properti terhadap 9 bidang tanah kepada tersangka LD selaku notaris. Dokumen tersebut dipergunakan oleh LD untuk melakukan pengaturan harga tanah tersebut.

Hasilnya, pemilik lahan hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1,6 juta per meter, sedangkan harga yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta Rp2,7 juta per meter.

Total uang yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI sebesar Rp46,4 miliar. Sementara, uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp28,7 miliar. Kerugian negara berupa sisa uang Rp17,7 miliar ini dinikmati oleh LD dan sejumlah pihak.

Kasus ini diduga melanggar ketentuan Pasal 45 dan Pasal 55 Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum terkait rencana pengadaan.

Adapun pasal yang disangkakan untuk tersangka HH adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Kejati DKI telah menetapkan dua orang tersangka kasus mafia tanah Cipayung, yakni LD selaku notaris dan MTT selaku mafia pengadaan tanah.