Penelitian Kontroversial Sebut COVID-19 Turunkan Fungsi Otak Setara Penuaan 10 Tahun
Ilustrasi foto (Natasha Connell/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Sebuah studi menunjukkan temuan baru mengenai dampak COVID-19 pada penderitanya. COVID-19 mungkin dapat berdampak signifikan pada fungsi otak yang setara dengan penuaan selama sepuluh tahun.

Dipimpin Adam Hampshire, dokter di Imperial College, London, studi non-peer-review itu dilakukan terhadap lebih dari 84 ribu orang. Studi itu menyoroti beberapa kasus infeksi yang tergolong parah. Para ilmuwan menemukan adanya defisit kognitif yang substansial selama berbulan-bulan. Atau sebut saja penurunan mental.

"Analisis kami selaras dengan pandangan bahwa ada konsekuensi kognitif kronis akibat COVID-19," tulis para peneliti dalam laporan temuan mereka. "Orang yang telah pulih, termasuk mereka yang tidak lagi melaporkan gejala, menunjukkan defisit kognitif yang signifikan," tambah peneliti itu, dikutip Reuters, Rabu, 28 Oktober.

Tes kognitif mengukur seberapa baik otak melakukan tugas-tugas, seperti mengingat kata-kata atau menggabungkan titik-titik pada teka-teki. Tes semacam itu banyak digunakan untuk menilai gangguan otak sementara atau kinerja otak pada penyakit Alzheimer.

Tim peneliti Hampshire College menganalisis hasil dari 84.285 orang yang menyelesaikan studi yang mereka sebut Great British Intelligence Test. Temuan tersebut, yang belum ditinjau oleh ahli lain, dipublikasikan secara online di situs MedRxiv.

Kontroversial

Defisit kognitif adalah "ukuran efek substansial" yang terjadi pada seseorang akibat gangguan medis, dalam hal ini COVID-19. Para peneliti mengatakan, dalam kasus terburuk, penurunan fungsi otak terjadi "setara dengan rata-rata penurunan sepuluh tahun dalam kinerja global antara usia 20 tahun. sampai 70.”

Para ilmuwan lain yang tidak terlibat langsung menyoroti hasil penelitian tersebut. Kata mereka, bagaimanapun, hasil penelitian ini harus dilihat dengan hati-hati.

“Fungsi kognitif peserta tidak diketahui sebelum COVID-19. Dan hasilnya juga tidak mencerminkan pemulihan jangka panjang. Jadi efek apa pun pada kognisi mungkin bersifat jangka pendek,” kata Joanna Wardlaw, profesor neuroimaging terapan di Universitas Edinburgh.

Derek Hill, seorang profesor ilmu pencitraan medis di University College London juga memberi catatan bahwa hasil penelitian tersebut tidak sepenuhnya dapat diandalkan. Para peneliti diketahui tidak membandingkan skor sebelum dan sesudah pasien menderita COVID-19.

Peneliti juga tidak melibatkan sukarelawan yang cukup banyak dalam penelitian tersebut. “Secara keseluruhan (ini) adalah penelitian yang menarik tetapi tidak meyakinkan tentang efek COVID pada otak,” kata Hill.

"Saat para peneliti berusaha untuk lebih memahami dampak jangka panjang COVID, penting untuk menyelidiki lebih lanjut sejauh mana kognisi berdampak dalam beberapa minggu dan bulan setelah infeksi, dan apakah kerusakan permanen pada fungsi otak menyebabkan beberapa orang," tambah Hill.