Wakil Ketua MPR dari PKS Sebut FIFA Diskriminatif Batalkan Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid/FOTO via pks.id

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) menyebut keputusan FIFA yang mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 sangat diskriminatif. Sebab bukannya mendiskualifikasi Israel yang ditolak berbagai pihak, malah membatalkan Indonesia menjadi tempat penyelenggara sekalipun alasannya terkait tragedi Kanjuruhan.

"Keputusan FIFA yang terkesan terburu-buru itu tidak sesuai dengan prinsip tidak diskriminatif yang konon menjadi pegangan FIFA. Karena sebelumnya FIFA sudah menggugurkan pemeo 'jangan campur adukkan olahraga atau sepakbola dengan politik'," ujar Hidayat dalam keterangannya, Jumat, 31 Maret. 

"Seperti fakta FIFA sudah melarang Rusia bertanding dalam kualifikasi Piala Dunia Qatar 2022, bahkan untuk Final Euro 2022 UEFA mencoret kesebelasan perempuan Rusia dan menggantinya dengan Portugal, karena alasan politis invasi Rusia atas Ukraina," sambungnya

Namun HNW heran, Israel juga melakukan penjajahan dan perang terhadap Palestina, seperti halnya serangan Rusia ke Ukraina namun FIFA tidak mencoret Israel di Piala Dunia U-20.

"Mestinya Israel sudah mengambil sikap yang tidak merugikan Indonesia dan dunia sepak bola Indonesia, dengan dicoretnya Indonesia dari penunjukan sebagai tuan rumah. Tetapi diskriminasi FIFA dan radikalismenya Israel telah menjatuhkan korban, FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan final U20," kata Hidayat.

Hidayat menilai FIFA terkesan ingin mencari aman dengan mengeluarkan rilis resmi yang tidak eksplisit menyebutkan alasan adanya penolakan Israel sebagai dasar pencabutan status tuan rumah Indonesia. Di mana dalam rilis tersebut, FIFA hanya menyebut adanya 'situasi yang terjadi saat ini'.

"Frase 'situasi yang terjadi saat ini' memang multitafsir, bisa penolakan bisa juga Kanjuruhan atau yang lainnya, tapi justru terkesan bahwa FIFA ingin menghindar dari penyebutan fakta adanya penolakan yang meluas terhadap keikutsertaan tim penjajah Israel tersebut," katanya. 

"Kalau alasan penolakan meluas atas keikutsertaan Israel secara tersurat disebutkan, maka sudah sangat jelas terjadinya diskriminasi yang dipraktikkan FIFA saat menyikapi Israel dan negara lain yang berperilaku serupa (Rusia dan Afrika Selatan). Ini tentu melanggar Pasal 3 Statuta FIFA yang memuat asas 'non diskriminasi'," tambah Hidayat.

Hidayat pun mengungkit FIFA yang dulu pernah mencopot keanggotaan Afrika Selatan karena politik apartheidnya. Padahal, sejumlah lembaga internasional seperti Amnesty International, pada Februari 2022, juga sudah merilis sejumlah laporan bukti Israel sebagai negara apartheid.

Karena itu, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu menyayangkan sikap diskriminatif dan tidak konsisten FIFA, yang mengorbankan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. 

Hidayat berharap, pemerintah dan PSSI tidak menyerah begitu saja atas keputusan FIFA yang mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Apalagi sudah banyak latihan pemain dan dana yang dikeluarkan untuk mempersiapkan event tersebut.

"Pemerintah dan PSSI mestinya terus berusaha untuk memperoleh haknya. Bila perlu Pemerintah/PSSI membawa persoalan ini ke Court of Arbitration for Sport (CAS) untuk mendapatkan keadilan dan tegaknya sportivitas. Dan agar Indonesia yang sudah jadi korban diskriminasi FIFA ini tidak malah diberi sanksi juga oleh FIFA," tegas Hidayat.

Menurutnya, Indonesia juga perlu menolak sanksi apapun dari FIFA. Sebab, sikap kritis Indonesia terhadap Israel sudah sesuai konstitusi dan kedaulatannya sebagai negara hukum sebagaimana juga tertera dalam Peraturan Menlu No 3/2019.

Apabila sikap menyelamatkan Indonesia dari sikap diskriminatif FIFA bisa sukses dilakukan, tambah Hidayat, tentu akan menjadi legacy PSSI dan Pemerintah Presiden Jokowi. Seperti halnya legacy Presiden Soekarno yang menolak Israel sehingga membuat negara itu tak bertanding di AFC.

"Tetapi peristiwa ini juga penting dijadikan sebagai pelecut untuk menyelesaikan dengan benar permasalahan terkait sepak bola di Indonesia seperti kasus Kanjuruhan. Peristiwa diskriminatif yang mengorbankan Indonesia itu juga penting jadi penyemangat bagi PSSI dan para pemain bola Indonesia di usia apa saja," pungkasnya.