Suami Aniaya Istri Sedang Hamil, Puan: Jangan Ada Toleransi untuk KDRT
Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong kepolisian untuk mengedepankan perlindungan bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ia menegaskan, tak boleh ada toleransi terhadap pelaku kekerasan yang sifatnya penganiayaan.

"Kepolisian perlu bertindak tegas dalam menyelesaikan kasus KDRT, dan pastikan untuk mengedepankan perlindungan korban, apalagi jika perempuan yang menjadi korban. Harus ada ketegasan dalam tindak pidana kekerasan,” ucap Puan, Senin 17 Juli.

Puan pun menyoroti KDRT yang dialami TM, seorang istri di Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel). Dalam kondisi hamil muda, TM dianiaya sang suami, BJ, hingga babak belur. Meski saat ini sudah ditangkap, BJ sempat tidak ditahan walaupun sudah menjadi tersangka KDRT sehingga ia melarikan diri sampai akhirnya kemudian ditangkap usai Polda Metro Jaya turun tangan dalam penanganan kasus ini.

BJ juga melayangkan ancaman pembunuhan untuk TM dan keluarganya ketika proses awal pelaporan ke polisi dilakukan. Puan menilai, seharusnya polisi segera menahan BJ sejak awal apalagi pelaku bukan baru kali ini melakukan KDRT kepada istrinya.

“Jangan ada toleransi untuk KDRT. Kejadian di Serpong ini sangat jahat karena penganiayaan dilakukan dengan keji saat istri sedang mengandung anak dari pelaku sendiri. Sejak pemeriksaan seharusnya sudah ditahan,” tegas Puan.

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini memahami, permasalahan KDRT kerap kali pelik mengingat antara pelaku dan korban merupakan keluarga dan sering kali korban ingin memaafkan pelaku dengan berbagai pertimbangan. Namun begitu, kata Puan, seharusnya aparat penegak hukum memberi dukungan jika korban ingin pelaku KDRT dihukum.

“Seperti yang pernah saya sampaikan, penanganan kasus secara maksimal seharusnya tidak menunggu viral terlebih dahulu,” ucapnya.

Kejadian penganiayaan TM oleh suaminya memang ramai setelah videonya viral di media sosial. Kasus tersebut awalnya diproses di Polres Tangsel, namun BD tidak ditahan polisi karena KDRT yang dilakukan BD dianggap tindak pidana ringan.

Puan menyayangkan polisi sempat melepaskan BD meski telah berstatus tersangka. Oleh Polres Tangsel, Pelaku dikenakan Pasal 44 Ayat (4) UU tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) di mana ancaman hukumannya tidak sampai 5 tahun.

“Subyektivitas polisi seharusnya tidak tumpul. Kita selama ini sudah berteriak-teriak untuk perlindungan terhadap perempuan demi kemajuan pembangunan bangsa tapi langkah seperti ini justru membawa kemunduran dari perjuangan kita,” terang Puan.

Di sisi lain, cucu Bung Karno itu menyoroti banyaknya kasus KDRT di Indonesia. Berdasarkan catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terjadi 502.641 kasus KDRT yang dilaporkan pada tahun 2022. Dari jumlah tersebut, 92,6% korbannya adalah perempuan.

Sementara dari data Komnas Perempuan, ada 502.641 kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) pada tahun 2022. Sebanyak 417.451 kasus (83,3%) di antaranya adalah KDRT. Puan kerja sama dari seluruh stakeholder dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Puan juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mengantisipasi adanya kekerasan terhadap perempuan. Masyarakat perlu memahami bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia yang dapat menghambat pembangunan Negara.

"Masyarakat dapat berperan dalam mencegah kekerasan terhadap Perempuan dengan melaporkan kasus kekerasan yang mereka ketahui kepada pihak yang berwenang," tambah Puan.