PM Kishida Minta China Cabut Larangan Impor Produk <i>Seafood</i> Jepang Usai Pelepasan Air Limbah PLTN Fukushima
Ilustrasi penjualan hasil laut Jepang. (Wikimedia Commons/Raita Futo)

Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan ia telah meminta China untuk segera mencabut larangan impor semua produk makanan laut dari Jepang, menyusul pelepasan air limbah radioaktif yang sudah diolah dari PLTN Fukushima Daiichi ke Samudera Pasifik.

Jepang memulai proses pembuangan bertahap air limbah radioaktif yang telah diolah dari PLTN Fukushuma pada Hari Kamis, meskipun ada kekhawatiran di antara para nelayan lokal dan beberapa negara tetangga.

China menyebut pembuangan air tersebut sebagai "tindakan yang sangat egois dan tidak bertanggung jawab". Pada Hari Kamis, Beijing mengumumkan mereka akan menangguhkan impor semua produk makanan laut dari Jepang. China sebelumnya telah melakukan pengujian radiasi menyeluruh terhadap makanan laut dari negara tetangga tersebut.

"Kami telah meminta pencabutan (larangan impor) melalui jalur diplomatik. Kami sangat mendorong diskusi di antara para ahli berdasarkan alasan ilmiah," kata PM Kishida kepada para wartawan di kantornya, dilansir dari Kyodo News 25 Agustus.

Untuk tahap pertama, sekitar 7.800 meter kubik air limbah akan dibuang, setara dengan sekitar tiga kolam renang Olimpiade. Proses ini akan berlangsung sekitar 17 hari, dengan proses secara keseluruhan pembuangan air dari PLTN tersebut diperkirakan mencapai 30 tahun, seperti mengutip Reuters.

Nilai ekspor produk hasil laut Jepang ke China mencapai 600 juta dolar AS tahun lalu, atau pasar ekspor terbesar Negeri Matahari Terbit, disusul Hong Kong di peringkat kedua. Data pemerintah menunjukkan, ekspor ke dua wilayah tersebut mencakup 42 persen dari total seluruh ekspor hasil laut Jepang tahun lalu

Terpisah, Tomoaki Kobayakawa, presiden operator pembangkit listrik Tokyo Electric Power Company Holdings Inc., (TEPCO) dalam keterangan yang dibagikan kemarin berjanji, untuk "memberikan kompensasi yang sesuai untuk pelaku usaha dalam negeri yang mengalami kerugian larangan ekspor akibat pelepasan air limbah.