Bagikan:

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menyiapkan tiga opsi pelantikan kepala daerah terpilih periode 2024-2029. Opsi tersebut disampaikan dalam rapat kerja Mendagri bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 22 Januari.

Opsi pertama, gubernur dan wakil gubernur, bupati, wali kota dan wakil wali kota dilantik serentak oleh Presiden Prabowo Subianto, berdasarkan pasal 163 dan 164B.

"Ini pasal 164B, 1 Juli 2016 (UU Pilkada), Pak Prabowo belum jadi presiden, saya juga belum jadi Mendagri saat itu, jadi nggak ikut buat undang-undang ini," ujar Tito di ruang rapat Komisi II DPR.

"(Opsi A) Ini dilaksanakan oleh presiden melantiknya, dan pemerintah akan menentukan tanggal 6 Februari, hari Kamis, dan itu tidak melampaui 20 hari waktu yang diberikan undang-undang untuk dilaksanakan pelantikan. Tempat di Jakarta, ibu kota negara, kemungkinan besar di Istana Negara. Dan ini arus bawah dari teman-teman bupati, wali kota, sangat kuat sekali," sambungnya.

Opsi B, gubernur dan wakil gubernur tetap dilantik oleh presiden namun di waktu yang berbeda. "Gubernurnya sendiri, wakil bupatinya sendiri, supaya ada bedanya. Kamis, untuk gubernur, 6 Februari, Seninnya untuk wali kota," katanya.

Opsi C, gubernur dan wakil gubernur dilantik oleh presiden di ibu kota negara. Kemudian setelah itu bupati, wakil bupati, wali kota dilantik oleh gubernurnya setelah tanggal pelantikan presiden.

"Namun, mohon ingat bahwa yang dilantik ini adalah yang tidak ada sengketa, jumlahnya 22, 21 non-sengketa, ditambah satu gubernur DIY, yang memang undang-undang DIY menjadi gubernur otomatis, jadi 22," jelasnya.

Opsi kedua, lanjut Tito, kalau seandainya pemerintah mengikuti saran Mahkamah Konstitusi, artinya pelantikan kepala daerah dilakukan setelah 13 Maret.

"Opsi satunya, ya seluruh gubernur, bupati, wali kota, dalam jumlah yang lebih masif, itu dilantik oleh Presiden di Ibu Kota Negara, serempak. Kami lihat, paling mungkin tanggalnya kira-kira, kalau lihat tahapan-tahapan tadi, KPU, DPRD, pemerintah 20 hari, itulah 17 April. Jadi jaraknya dari 6 Februari ke April, Maret, April hampir dua bulan lebih waktunya. Sementara Argo, APBD, mutasi, jalan terus," kata Tito.

"Nah kemudian, opsi dua, B, gubernur, wakil gubernur dilantik oleh Presiden, bupati, wali kota juga dilantik oleh Presiden di waktu yang berbeda. Tapi sekali lagi, persoalan dampak negatifnya adalah biaya, biaya menjadi double, melantiknya dua kali. Kemudian, yang opsi B, dua yang C, gubernur dilantik oleh Presiden, di Istana Negara, Ibu Kota Negara. Bupati dan wakil bupati dilantik oleh gubernur yang mungkin sudah clear, sudah jumlahnya cukup banyak. Tapi waktunya, 17 April, 21 April, dua bulan kemudian dari 6 Februari, kira-kira begitu. Ini menyangkut kepastian politik itu, pengusaha, wait and see itu, satu hari pun sangat berarti bagi mereka," bebernya.

Opsi ketiga, Tito menyebut paling lambat dilakukan pada 15 Februari. "Kalau ini ngikutin jadwal ini, maka dengan berbagai opsi tadi, presiden kalau opsi 1 ngelantik semuanya kami meng-exercise tanggal 20 maret 2025, artinya 1,5 bulan setelah Februari, yang non sengketa harus nunggu 1,5 bulan. Kemudian kalau dilantik gubernur duluan, kemudian bupati wali kotanya memilih tanggal 24 maret. Jadi lebih lama lagi waktunya," pungkas Tito.