Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupaya membereskan dokumen tambahan yang diminta otoritas Singapura untuk mengekstradisi buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), Paulus Tannos. Harapannya, berkas itu bisa selesai sebelum 30 April mendatang.

“Penyidik akan mengupayakan memenuhi permintaan tambahan yang dalam hal ini merupakan affidavit pada pihak Singapura dalam rentang waktu yang diberikan. Jadi akan mengupayakan untuk dipenuhi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan yang dikutip pada Kamis, 17 April.

Tessa menjelaskan affidavit tersebut berisi pernyataan tertulis tersumpah. Tapi, dia tidak bisa membeberkan isi lebih lengkapnya.

Hanya saja, permintaan affidavit menjadi barang baru. Sebab, Tessa bilang, hukum di Indonesia tidak pernah memberlakukan dokumen ini.

“Indonesia tidak mengenal affidavit, kalau di Singapura mengenal affidavit dan mereka butuh itu,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan otoritas Singapura butuh dokumen tambahan untuk memulangkan Paulus Tannos. Permintaan ini sedang dilakukan Tim Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) yang terus berkoordinasi dengan KPK.

“Insyaallah dalam sebelum 30 April ini, dokumen tersebut akan segera dikirim. OPHI dalam hal ini setiap saat berkomunikasi dengan KPK,” kata Supratman kepada wartawan di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 15 April.

"Dokumennya seperti apa, tanyakan ke KPK," sambung Supratman.

Adapun Paulus Tannos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura akhirnya ditangkap otoritas Singapura setelah masuk daftar pencarian orang sejak 2021. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019.

Ketika itu dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama tiga orang lainnya, yakni Isnu Edhi Wijaya selaku mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI); anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S Haryani; dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

Dalam pemulangan lewat proses ekstradisi sejumlah berkas yang dibutuhkan di antaranya surat permintaan dari Menteri Hukum; sertifikat legalisasi; identitas; resume hingga surat dari Jaksa Agung. Seluruhnya sudah dipenuhi baik oleh Kementerian Hukum, KPK maupun Kejaksaan Agung.