Bagikan:

JAKARTA - Program Gubenur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyelenggarakan pendidikan ala militer untuk anak-anak yang dianggap “nakal” memunculkan pro dan kontra. Sejumlah lembaga HAM seperti KPAI dan Komnas HAM sudah menyatakan program ini kurang  tepat dan perlu dievaluasi demi kepentingan terbaik bagi anak.  Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga menyampaikan penolakannya, apalagi disusul dengan guru “malas” juga akan dikirim ke Barak Militer.  FSGI menilai ini merupakan kebijakan instan, tidak menyentuh akar masalahnya  dan berpotensi tidak berdampak jangka panjang  dalam perubahan perilaku.

Tidak adanya dokumen yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan ini termasuk perencanaan, pembelajaran dan penilaian menunjukkan bahwa memang kegiatan ini tidak disiapkan dengan matang. Dokumen yang beredar selama ini hanya berupa Surat Edaran Gubernur terkait dengan Pembangunan Pendidikan di Jawa Barat melalui Gapura Panca Waluya.

Tidak adanya kurikulum, silabus maupun modul ajar dalam kegiatan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa siswa-siswa ini hanya akan jadi kelinci percobaan. Idealnya dalam sebuah proses pendidikan dilakukan dengan usaha yang sadar dan terencana. Jadi tujuannya harus jelas, kurikulumnya sinkron dengan tujuan, silabus juga harus ada dan modul ajar juga harus disiapkan. Sehingga bisa kemudian dilakukan evaluasi karena jelas apa yang mau diukur sesuai dengan tujuannya, instrumen yang akan digunakan, kapan akan dilakukan evaluasi serta bagaimana pengolahan hasil evaluasinya.

FSGI Apresiasi Hasil Pengawasan KPAI

Hasil pengawasan KPAI menunjukkan temuan bahwa pendidikan anak nakal di barak militer ternyata menunjukkan bahwa program tidak disiapkan dengan matang sehingga tidak sesuai dengan marwah kegiatan pendidikan yang sesuai peraturan perundangan pendidikan, adapun temuannya adalah sebagai berikut :

(1)        Metode pembelajaran yang berbeda: dalam proses pembelajaran pada 2 lokasi yang diawasi terdapat metode dan model pembelajaran yang berbeda;

(2)        Tidak adanya panduan rekruitmen peserta :  ketidakseragaman proses rekrutmen yang dilakukan, tanpa ada asesmen bahkan ada siswa yang memperoleh ancaman tidak naik kelas jika tidak ikut program.

(3)        Pelaksanaan pembelajaran tidak jelas karena perbedaan jenjang pendidikan peserta : dalam pelaksanaan pembelajaran siswa yang berasal dari jenjang berbeda dan kelas yang berbeda tetapi pada saat pembelajaran di kelas dijadikan satu;

(4)        Pengemblengan fisik berdampak kelelahan pada peserta didik : Kegiatan fisik yang intens mengakibatkan siswa kelelahan saat belajar di kelas dan tidak focus.

(5)        Minim pemahaman perlindungan anak dalam implementasinya: Para Pembina pada kegiatan ini banyak yang belum memahami perlindungan khusus dalam pengangan anak-anak yang bermasalah

Atas dasar hasil pengawasan KPAI tersebut, maka sudah seharusnya Kemendikdasmen yang memiliki kewenangan dan tanggungjawab segera melakukan monitoring dan evaluasi. “ Kami meminta Menteri Pendidikan Dasar Menengah agar segera mengambil tindakan dengan menghentikan pengiriman siswa nakal ke barak militer di Jawa Barat. Karena kegiatan ini tidak memiliki landasan psikologis dan pedagogik yang jelas,” kata Fahriza Marta Tanjung, Sekjen FSGI yang juga Kepala SMK di Sumatera Utara dalam keterangan tertulis kepada VOI, pada Senin 19 Mei.

Lebih lanjut Fahriza menyebutkan bahwa kegiatan barak militer tersebut tidak memiliki perencanaan aksi yang jelas. Tidak berbasiskan data, kajian dan pengalaman pihak lain sebagai contoh. Misalnya pendidikan di Sekolah Taruna Magelang, kurikulumnya jelas sebagaimana sekolah umum lainnya dan dididik oleh guru-guru berkualitas, sementara urusan pengemblengan fisik saja yang ditangani militer, porsi guru jauh lebih besar dalam proses pembelajaran.

Penguatan SDM dan Program Penanganan Siswa Bermasalah Di Sekolah

Selama ini, untuk menangani siswa yang bermasalah, sekolah telah memiliki program pembinaan dan pelatihan seperti Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa, Pramuka, UKS, PMR dll.  Jika program ini dianggap kurang berhasil, maka sudah semestinya di evaluasi dahulu apa masalahanya agar bisa dimaksimalkan, jadi tidak harus dibawa ke Barak Militer. 

“FSGI menilai TNI bukan satu-satunya instansi yang bisa diajak kerjasama dalam pembinaan kesiswaan, banyak instansi yang akan dilibatkan seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPAPP), Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Kwarcab Pramuka, BNN, Kepolisian dan instansi terkait lainnya. Jadi sekolah tetap menjadi pusat pembelajaran dan pembinaan kesiswaan”, ujar Fahmi Hatib, Ketua Umum FSGI yang juga Kepala SLBN Kabupaten Bima.

FSGI mengingatkan bahwa “Sudah ada Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP), dimana anak-anak yang terlibat kekerasan ditangani secara komprehensif  dengan melibatkan instansi terkait di luar sekolah, seperti Dinas Sosial dan Dinas PPAPP selain sekolah dan Dinas Pendidikan setempat. Artinya penanganannya memang harus dilakukan bersama dengan pemerintah daerah. Ini yang harus diperkuat perannya di daerah”, ujar Retno Listyarti, Ketua Dewan Pakar FSGI.

FSGI juga mengajak semua pihak untuk menggunakan peraturan perundangan dalam penanganan siswa bermasalah di sekolah, termasuk peran orangtua dalam pengasuhannya. “Pemerintah Daerah harus memiliki program penguatan ketahanan keluarga dan Pemda harus memperbanyak pesikolog keluarga dalam membangun kesehatan mental anak dan orangtua”, tambah Retno.

Berdasarkan kajian di atas FGSI memberikan rekomendasi sebagai berikut. Pertama,  mendorong Kemendikdasmen segera melakukan  monitoring dan evaluasi terkait pendidikan di Barak militer yang sudah berjalan. Kedua,  mendorong Itjen Kemendikdasmen untuk melakukan audit dan pengawasan terhadap program Pendidikan di barak militer yang sedang berjalan.

Yang ketiga,  mendorong hasil pengawasan dan monev disampaikan secara transparan ke publik agar dapat diambil langkah tindak lanjut, agar pemerintah daerah yang  akan menduplikasi dapat mempelajarinya. Dan yang keempat mendorong Kemendikdasmen dapat mengambil ketegasan  sesuai kewenangannya sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 188 Tahun 2024, Kemendikdasmen memiliki tugas untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap urusan Pendidikan.