Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri China memastikan akan melindungi hak dan kepentingan yang sah dari para pelajar dan cendekiawannya di luar negeri.

Penegasan ini menanggapi keputusan pemerintahan Trump untuk melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing.

“Tindakan AS tersebut niscaya akan mempengaruhi citra dan kredibilitasnya,” kata Juru Bicara Kemenlu China Mao Ning dalam jumpa pers dilansir Reuters, Jumat, 23 Mei.

Mao Ning menegaskan kerja sama pendidikan antara China dan AS menguntungkan kedua belah pihak.

Presiden AS Donald Trump mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa asing. Pemerintahan Trump juga memaksa mahasiswa asing saat ini untuk pindah ke kampus lain atau kehilangan status hukum mereka.

Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem memerintahkan departemen untuk menghentikan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pertukaran Mahasiswa Universitas Harvard yang berlaku untuk tahun ajaran 2025-2026.

Noem menuduh universitas tersebut "mendorong kekerasan, antisemitisme, dan berkomunikasi dengan Partai Komunis Tiongkok."

Merespons keputusan pemerintah, Harvard mengatakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Trump adalah ilegal dan merupakan bentuk pembalasan.

Keputusan tersebut menandai peningkatan signifikan kampanye pemerintahan Trump terhadap universitas elit Ivy League di Cambridge, Massachusetts, yang telah muncul sebagai salah satu target institusional Trump yang paling menonjol.

Langkah tersebut dilakukan setelah Harvard menolak memberikan informasi yang diminta Noem tentang beberapa pemegang visa pelajar asing di Harvard.

Pada tahun 2022, warga negara China merupakan kelompok mahasiswa asing terbesar, yakni sebanyak 1.016, menurut data universitas.

Setelah itu, ada mahasiswa dari Kanada, India, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Australia, Singapura, dan Jepang.

"Merupakan hak istimewa, bukan hak, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan keuntungan dari biaya kuliah yang lebih tinggi untuk membantu menambah dana abadi mereka yang bernilai miliaran dolar," kata Noem.

Dalam suratnya kepada universitas tersebut, Noem memberikan Harvard "kesempatan" untuk mendapatkan kembali sertifikasinya dengan menyerahkan sejumlah besar catatan tentang mahasiswa asing dalam waktu 72 jam, termasuk video atau audio aktivitas protes mereka dalam lima tahun terakhir.