Perludem: Wacana Presiden 3 Periode Rendahkan Martabat Rakyat Indonesia
FOTO ILUSTRASI/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode merupakan bagian dari upaya merendahkan martabat rakyat Indonesia. 

Pasalnya, wacana ini seolah menggiring opini masyarakat bahwa hanya Joko Widodo saja yang merupakan sosok pemimpin terbaik se-Nusantara.

"Ini adalah gagasan yang merendahkan martabat rakyat Indonesia dengan pendekatan pengkultusan pada sosok-sosok yang dianggap, hanya sosok itu yang bisa memberikan kepemimpinan yang baik," ujar Titi dalam diskusi bertajuk 'Presiden Jokowi 3 Periode: Khayalan atau Kenyataan?' secara daring, Rabu, 23 Juni.

Titi meyakini, gagasan Presiden Jokowi 3 periode ini tidak akan berhenti begitu saja. Sebab nantinya, kata dia, ada alasan yang lebih panjang lagi dalam melanjutkan program visi misi. 

"Ide wacana Presiden Jokowi 3 Periode ini akan mempermudah gagasan-gagasan lainnya yang akan semakin menjauhkan politik dan pemilu Indonesia dari ruang inklusif," katanya.

Titi menjelaskan alasan mengapa ide gagasan wacana Presiden Jokowi 3 Periode bisa dianggap merendahkan martabat rakyat Indonesia. Salah satunya, soal jumlah penduduk Indonesia yang ratusan juta, tapi hanya 1 atau 2 orang saja yang bisa menjadi pemimpin.

"Rakyat Indonesia ini populasinya 270 juta lebih, pemilihnya saja 190 juta, belum apa-apa sudah dinegasikan oleh hanya 1-2 orang saja yang bisa memimpin," ungkap Titi.

Kedua, Indonesia memilih sistem republik karena percaya bangsa Indonesia patut memberikan kesempatan kepada kader-kader terbaik bangsa. 

"Karena ini merendahkan harkat martabat rakyat Indonesia. Ini juga sekaligus ancaman besar upaya kita memodernisasi partai politik yaitu memperkuat kaderisasi regenerasi," jelasnya.

Pada akhirnya, sambung Titi, kaderisasi regenerasi oleh partai politik saat ini mandek atau jalan di tempat. 

"Sehingga ini lah upaya yang paling baik untuk memandegkan atau menghambat kaderisasi di partai politik tidak berjalan," kata Titi.