Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal, Kivlan Zen Divonis 4 Bulan 15 Hari Penjara
Terdakwa Mayjen Purnawirawan TNI Kivlan Zen menjalani sidang agenda vonis di PN Jakpus

Bagikan:

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan memvonis Kivlan Zen bersalah dalam kasus kepemilikan senjata api secara ilegal. Kivlan divonis 4 bulan dan 15 hari penjara.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 bulan dan 15 hari," ucap hakim ketua Agung Suhendro dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 24 September.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal. Semisal, hal yang meringankan yakni belum pernah dihukum pidana hingga berjasa menjaga perdamaian dan membebaskan warga Indonesia yang disandera di Filipina.

"Hal yang meringankan, bahwa terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggung jawab tanggungan keluarga, bahwa terdakwa telah berusia lanjut, bahwa terdakwa sewaktu berdinas selaku anggota TNI AD, dalam tugas operasi di wilayah Papua dan Timor Timor mendapatkan penghargaan kenaikan pangkat," kata Agung. 

"Bahwa terdakwa berjasa dalam tugas misi menjaga perdamaian untuk penyelesaian pemberotakan Nur Misuari MNLF dengan pemerintah Filipina pada tahun 1995-1996. Bahwa terdakwa mempunyai jasa terhadap negara dalam tugas rahasia membebaskan WNI yang disandera di negara Filipina pada tahun 2016," sambungnya.

Sementara untuk pertimbangan yang memberatkan, Kivlan Zen tak mengakui perbuatannya. Padahal, majelis hakim berpendapat jika berdasarkan bukti tindakan kepemilikan senjata itu secara ilegal.

Kemudian, dalam putusan juga tercatat jika senjata api yang saat ini dijadikan barang bukti harus dimusnahkan.

"Menetapkan barang bukti berupa satu pucuk senjata api satu pucuk laras panjang dan seterusnya dirampas untuk dimusnahkan," tandas Agung.

Dalam vonis tersebut, Kivlan terbukti dinyatakan hakim bersalah melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo pasal 56 ayat (1) KUHP.