Jelang Pemberhentian Novel Baswedan dkk, Febri Diansyah: Sepatutnya Presiden Tidak Lepas Tangan
Pegiat antikorupsi Febri Diansyah (Foto: wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tak sepatutnya lepas tangan atas polemik Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang berujung pada pemberhentian Novel Baswedan dan 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi, puluhan pegawai ini akan diberhentikan pada akhir September mendatang.

Eks Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tak sepatutnya Presiden Jokowi buang badan dari masalah ini. Dia bahkan mengatakan eks Gubernur DKI Jakarta itu punya tanggung jawab untuk mengangkat Novel Baswedan dkk.

"Apakah Presiden bisa lepas tangan atau buang badan dari masalah TWK ini? Sepatutnya tentu tidak," katanya seperti dikutip melalui akun Twitternya @febridiansyah pada Selasa, 28 September.

Menurut Febri, Jokowi sebagai pimpinan tertinggi lembaga punya tanggung jawab untuk menyelesaikan polemik terkait TWK ini. Dia juga menyebut dengan turun tangannya presiden bukan berarti telah mengintervensi KPK sebagai lembaga independen.

"Apakah jk Presiden mengangkat 56 Pegawai KPK menjadi ASN di KPK berarti Presiden mengintervensi KPK sbg lembaga Independen? Tidak. Ada 2 alasan: 1. Independensi KPK adalah dlm menjalankan Tugas & Wewenang. Ada 6 Tugas KPK (Pasal 6), tdk termasuk Kepegawaian," jelas pegiat antikorupsi ini.

"Presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi Pembinaan PNS. Begitu KPK masuk rumpun kekuasaan eksekutif, maka mengikatlah sejumlah aturan ttg kepegawaian & ASN, kecuali yg diatur khusus," imbuh Febri.

Dengan dasar tersebut, dia meminta Presiden Jokowi untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini. Apalagi, dalam proses alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilakukan melalui Asesmen TWK telah terjadi maladministrasi dan pelanggaran hak.

"Sehingga, jk ada pake alasan independensi KPK shg Presiden tidak boleh intervensi pengangkatan Pegawai KPK, suruh baca Pasal 3 & 6 UU KPK dan Pasal 3 PP 17 Thn 2020. Bhkan ttg Manajemen PNS, kewenangan di KPK bukan pada Pimpinan, melainkan Sekjen. Itupun delegasi dr Presiden," ungkap Febri.

"Lebih dari itu, yg paling utama adanya fakta pemberhentian Pegawai KPK dilakukan dg cara TWK yg melanggar hukum dan melanggar 11 jenis Hak Asasi Manusia (HAM). Lebih dr aspek teknis hukum tsb, sesungguhnya tanggungjawab moral & kepemimpinan saat ini ada di pundak Presiden," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, 57 pegawai KPK diberhentikan akibat mereka tak lolos jadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.

Komisi antirasuah berdalih ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil Asesmen TWK mereka. Tak hanya itu, KPK juga memastikan para pegawai telah diberikan kesempatan yang sama meski mereka telah melewati batas usia atau pernah berhenti menjadi ASN.

Hanya saja, keputusan itu menimbulkan polemik mengingat ditemukannya sejumlah maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses TWK oleh Ombudsman RI. Tak hanya itu, Komnas HAM juga menemukan adanya pelanggaran 11 hak para pegawai.

Sehingga, hal ini menjadi polemik karena KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak mau menindaklanjuti tindakan korektif maupun rekomendasi yang masing-masing dikeluarkan oleh Ombudsman RI dan Komnas HAM.

Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga diam saja terhadap rekomendasi yang telah diberikan dua lembaga itu dan berdalih tak ingin ditarik dalam masalah kelembagaan.