Penolakan dan Alasan Syarat Wajib Tes PCR Bagi Penumpang Pesawat
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Pemberlakuan wajib Tes PCR bagi penumpang pesawat masih menjadi perdebatan seiring melandainya kasus COVID-19 di tanah air. 

Anggota Komisi V Fraksi PKB DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfah, menolak terbitnya Instruksi Menteri Dalam (Inmendagri) 53/2021 tentang PPKM Level 3, 2, dan 1 di Jawa dan Bali agar semua penumpang pesawat wajib tes PCR 2x24 jam sebelum keberangkatan.

Menurutnya, Inmendagri tersebut adalah langkah mundur dalam upaya mendorong kebangkitan ekonomi di tanah air.

“Tes PCR bagi penumpang pesawat yang tertuang dalam Inmendagri 53/2021 adalah langkah mundur bagi upaya menuju kenormalan baru seiring terus melandainya kasus COVID-19 di tanah air," ujar Neng Eem, Kamis, 21 Oktober. 

 

Dikatakan Neng Eem, meski saat ini sudah ada batas tertinggi harga tes PCR, tetapi bagi kebanyakan masyarakat masih tergolong besar. Bahkan harga tes PCR ini bisa 50 persen dari harga tiket pesawat.

Dia pun mempertanyakan munculnya persyaratan tes PCR dalam Inmendagri 53/2021. Pasalnya, di Inmendagri 47/2021, persyaratan calon penumpang pesawat hanya berupa tes antigen (H-1) dengan syarat sudah memperoleh vaksinasi dosis kedua dan hasil negatif PCR jika baru memperoleh vaksin dosis pertama.

“Kami tidak ingin aturan baru wajib tes PCR ini dipersepsikan publik sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada penyelenggara tes-tes PCR yang saat ini memang tumbuh di lapangan,” kata Neng Eem. 

 

Selain itu, Neng Eem menjelaskan, pembatasan ketat selama pandemi COVID-19 dalam satu setengah tahun terakhir telah memukul industri penerbangan global, termasuk di dalam negeri.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mencatat industri penerbangan global mengalami kerugian Rp 2.867 triliun selama satu setengah terakhir. Nilai kerugian tersebut, kata Neng Eem, setara dengan 9 tahun pendapatan kolektif industry penerbangan global.

“Di tanah air banyak maskapai penerbangan yang harus merumahkan karyawan mereka karena terus merugi. Bahkan upaya restrukturisasi utang maskapai Garuda terhambat karena minimnya aktivitas penerbangan selama pandemi ini,” jelas Neng Eem.

Oleh karena itu, Neng Eem menilai, melandainya pandemi COVID-19 seharusnya menjadi momentum kebangkitan industri penerbangan di tanah air. 

 

Apalagi, kata dia, seiring masifnya vaksinasi serta adanya aplikasi peduli lindungi harusnya tidak perlu lagi ada persyaratan tes PCR bagi calon penumpang pesawat terbang.

“Harus diakui jika tes PCR salah satu yang menghambat peningkatan jumlah penumpang pesawat selama musim pandemi ini. Bahkan kami mendapatkan banyak informasi jika penumpang terpaksa hangus tiketnya karena harus menunggu hasil tes PCR,” terangnya.

 

Alasan PCR Masih jadi Syarat Wajib Naik Pesawat 

Hasil negatif PCR menjadi syarat wajib untuk naik pesawat meskipun traveler sudah divaksinasi. Satgas COVID-19 menyebut aturan ini dapat mencegah penularan COVID-19 dengan lebih baik.

Setiap pengguna moda transportasi udara baik yang sudah vaksin dosis pertama maupun dosis penuh, kini wajib untuk menunjukkan hasil negatif tes PCR 2x24 jam.

Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito menyampaikan aturan perjalanan dalam negeri terbaru melalui siaran di Youtube BNPB Indonesia, Kamis, 21 Oktober. 

"Aturan perjalanan dalam negeri yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Nomor 21 tahun 2021 terjadi perubahan pengaturan syarat pelaku perjalanan dalam negeri yaitu pengetatan persyaratan testing menjadi PCR saja di moda udara pada wilayah Jawa-Bali dan non Jawa-Bali level 3 dan 4. Mengingat sudah tidak diterapkannya penjarakan antar tempat duduk atau seat distancing," kata Wiku.

Wiku menjelaskan kebijakan ini diambil dalam rangka uji coba pelonggaran mobilitas masyarakat namun dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Tes PCR dinilai lebih efektif mencegah penularan COVID-19 dibandingkan sebelumnya hanya mewajibkan syarat vaksin tanpa tes COVID-19.

"Pengetatan metode testing menjadi PCR saja di moda udara wilayah Jawa-Bali dan non Jawa-Bali level 3 dan 4 merupakan uji coba dari pelonggaran mobilitas dengan prinsip kehati-hatian," katanya.

"PCR sebagai metode testing yang lebih sensitif dapat mendeteksi orang terinfeksi lebih baik daripada rapid antigen sehingga potensi orang terinfeksi untuk lolos deteksi dan menulari orang lain dalam seting kapasitas yang padat dapat diminimalisir," lanjut dia.

Di sisi lain, kebijakan terbaru mengizinkan anak-anak berusia di bawah 12 tahun untuk menggunakan moda transportasi umum, termasuk pesawat. Akan tetapi perlu dicatat bahwa anak-anak harus menunjukkan bukti negatif tes PCR COVID-19 sebelum bepergian dengan pesawat.

"Diizinkan mobilitas anak-anak kurang dari 12 tahun di mana aturan sebelumnya dibatasi wajib menunjukkan satu dokumen yaitu hasil negatif tes COVID-19 sesuai moda transportasi daerah tujuannya," pungkasnya.