Ternyata Sudah Sejak Orde Baru Maskapai Garuda Indonesia Bangkrut
Pesawat Garuda Indonesia (Sumber: Commons Wikimedia)

Bagikan:

MEDAN - Tidak hanya baru-baru ini Maskapai Garuda Indonesia menjadi salah satu perusahaan yang nyaris bangkrut, pada akhir pemerintahan Orde Baru perusahaan pelat merah tersebut sudah hampir bangkrut karena utang besar di masa resesi.

Garuda Indonesia pada masa itu ternyata sudah merugi sejak tujuh tahun lamanya. Kondisi itu diperparah oleh reputasi Garuda Indonesia, yang makin hari makin buruk.

Reputasi Buruk Garuda Indonesia di Masa Orde Baru

Penumpang yang sepi hingga sering delay. Puncaknya, Garuda sering diplesetkan orang banyak sebagai 'Garuda Always Reliable Until Delay Announced'. Pemerintah Orba tak tinggal diam. Utamanya, Soeharto. The Smiling General paham Garuda Indonesia adalah kebanggaan Indonesia. Jika Garuda gulung tikar Indonesia akan kehilangan sesuatu yang sangat penting.

Soeharto pun langsung menjalankan misi penyelamatan Garuda Indonesia. Ia menugaskan Menteri BUMN pertama, Tanri Abeng (1998-1999) untuk memikirkan solusi terbaik supaya Garuda Indonesia tetap mengudara di langit dunia.

Soeharto lalu memberikan sebuah map berisi dokumen Garuda Indonesia kepadanya. Soeharto tak lupa mengutarakan jika Garuda Indonesia sudah ingin dibangkrutkan oleh krediturnya. Tinggal tunggu waktu. Soeharto berharap langkah revolusioner yang dapat dilakukan Tanri Abeng untuk membangkitkan Garuda Indonesia.

“Saya mempelajari berkas itu di dalam mobil. Temyata sudah tujuh tahun Garuda Indonesia merugi. Selama itu kerugian yang ditanggung maskapai penerbangan nasional itu ditutup dengan utang dolar. Kondisinya menjadi sangat parah ketika nilai tukar rupiah meroket menjadi Rp15.000 per dolar AS Itulah yang terjadi, di hari kelima saya bertugas sebagai praktisi manajemen di bawah kepemimpinan Pak Harto, saya sudah harus membenahi kemelut yang begitu kompleks di ranah kerja orang lain,” tulis Tanri Abeng dalam buku Pak Harto: The Untold Stories (2011).

Tanri Abeng bergerak cepat. Ia yang mendapat restu Soeharto langsung memangkas Dirut dan seluruh direksi dari Garuda Indonesia. Satu nama kemudian diajukan oleh Tanri Abeng kepada Soeharto. Sosok itu adalah Robby Djohan, seorang bankir.

Tanri Abeng menegaskan Robby Djohan jadi pilihan yang tepat karena reputasinya dapat mendinginkan para kreditur. Robby Djohan pun resmi jadi orang nomor satu di Garuda Indonesia pada 1998.

Nyatanya tak semua setuju dengan penunjukkan Robby Djohan. Sosok bankir itu dianggap tak mempuni karena bukan orang dari dunia dirgantara. Apalagi Robby Djohan memiliki syarat agar dirinya diberi kewenangan memilih sendiri direksi-direksi yang mengisi kursi Garuda Indonesia.

Robby Djohan sempat didemo segenap karyawan Garuda Indonesia. Tapi ia memilih tak ambil pusing. Robby Djohan mulai menganalisis satu demi satu masalah yang dihadapi Garuda Indonesia. Ia mulai memangkas rute penerbangan internasional yang sepi penumpang.

Robby Djohan juga mulai melakukan perawatan pesawat Garuda Indonesia secara intensif. Tidak seperti dulu-dulu, karena tidak dirawat, 50 persen pesawat Garuda Indonesia tak layak terbang. Ia juga mulai memangkas pejabat-pejabat di Garuda Indonesia yang notabene orang dekat Soeharto.

Robby Djohan kemudian menggantikan nama-nama itu dengan tenaga muda yang lebih bermotivasi. Terakhir, Robby Djohan mulai menyiapkan bibit-bibit pemimpin baru supaya Garuda Indonesia dapat terbang tinggi di masa depan.

“Dalam waktu yang relatif singkat, hanya delapan bulan, Garuda bisa meningkatkan citranya, dan bahkan setahun kemudian berhasil mencctak laba sckitar 60 juta dolar. Sebetulnya, kalau Robby melihat Garuda sebagai perusahaan biasa, ia pasti akan melikuidasinya. Namun, ia memilih untuk melakukan restrukturisasi mengingat Garuda adalah pembawa bendera Indonesia.”

“Restrukturisasi berarti membuang yang jelek dengan melakukan perubahan mendasar mencakup perubahan kepemimpinan, manajemen operasi, dan pendekatan kepada pasar, Kesungguhannya terlihat saat ia memindahkan kantor ke Bandara Soekarmo-Hatta agar bisa langsung memantau situasi lapangan,” tutup Ekuslie Goestiandi dan Berny Gomulya dalam buku T.P. Rachmat on Excellence (2018).

Artikel ini pernah tayang di VOI.ID dengan judul: Misi Penyelamatan Garuda Indonesia di Pundak Robby Djohan

Selain Maskapai Garuda Indonesia Bangkrut, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!