Bagikan:

JAKARTA – Kehadiran militer atau Tentara Nasional (TNI) di ruang akademik menjadi polemik. Kehadiran TNI di kampus dianggap bisa menjadi terror dan intimidasi bagi kritisme kampus.

Tindakan TNI mendatangi kampus menjadi sorotan publik belakangan ini, utamanya selepas revisi Undang-Undang TNI disetujui DPR RI. Menurut pantauan media, aparat TNI mendatangi beberapa acara konsolidasi mahasiswa di sejumlah kampus, antara lain UIN Walisongo Semarang dan Universitas Indonesia.

Yang lebih mengejutkan, Universitas Udayana diketahui menjalin kerja sama dengan TNI. Perjanjian itu diteken oleh Rektor Universitas Udayana I Ketut Sudarsana dan Panglima Kodam IX/Udayana, Muhammad Zamroni, atas nama Kepala Staf Angkatan Darat pada 5 Maret di Denpasar.

Dalam kerja sama tersebut, ada salah satu poin yang menjadi sorotan, yaitu Pasal 8 yang mewajibkan mahasiswa Universitas Udayana mengikuti pendidikan dan latihan bela negara untuk “menanamkan nilai-nilai wawasan kebangsaan dan cinta Tanah Air.”

Kehadiran TNI di kampus-kampus, menurut Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Brian Yuliarto adalah hal wajar. Katanya, perguruan tinggi perlu bersifat terbuka kepada pihak manapun, termasuk TNI. Konteksnya untuk melakukan riset, inovasi, dan kerja sama.

“Jadi sekali lagi dalam konteks itu tentu Kemendikti Saintek menyampaikan kampus itu tempat terbuka, karena justru dengan keterbukaan dengan kerja sama berbagai pihak, permasalahan-permasalahan untuk riset inovasi itu menjadi lebih luas,” kata Brian, seperti dikutip Antara.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto di Halaman Tengah Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (13/3/2025). (ANTARA/Livia Kristianti)
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto di Halaman Tengah Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (13/3/2025). (ANTARA/Livia Kristianti)

Bisa Jadi Teror dan Intimidasi

Sikap Mendikti Saintek Brian Yuliarto yang terkesan mewajarkan fenomena TNI masuk kampus langsung menjadi sorotan. Banyak pihak yang menyayangkan pernyataan tersebut keluar dari Kemendikti Saintek, salah satunya adalah Koordinator Nasional Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji.

Ia mengaku kecewa dengan pernyataan Mendikti Saintek Brian. Seharusnya, kata dia, menteri paham bahwa kehadiran TNI di kampus bisa jadi teror dan intimidasi bagi kritisisme kampus. Ia juga khawatir nantinya TNI bisa diangkat jadi rektor.

“Ini sangat mungkin, apalagi partisipasi publik ditutup rapat untuk hal-hal yang terkait TNI. Diperbolehkannya TNI ke kampus menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar dan potensi dampak yang perlu dipertimbangkan secara matang,” kata Ubaid.

Ia melanjutkan, tugas pokok TNI seharusnya adalah menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah. Ketika personel TNI dikerahkan untuk mengajar di kampus, ini bisa mengalihkan fokus dan sumber daya dari tugas utama mereka.

Dan, meski anggota TNI memiliki keahlian di bidang tertentu, seperti kepemimpinan, strategi, dan bela negara, namun mereka tidak memiliki kompetensi pedagogis dan substansi keilmuan yang mendalam sesuai dengan standar akademik di berbagai disiplin ilmu.

Karena, menurut Ubaid, proses belajar mengajar yang efektif butuh keahlian khusus dalam menyampaikan materi, memfasilitasi diskusi, dan mengevaluasi pemahaman mahasiswa.

Ribuan mahasiswa Universitas Udayana berkumpul di Auditorium Widya Sabha Universitas Udayana, Kampus Jimbaran, Kabupaten Badung, Selasa (8/4/2025) untuk berdialog dengan pihak rektorat Universitas Udayana terkait kerja sama dengan Kodam IX/Udayana. (ANTARA/Rolandus Nampu).

Ribuan mahasiswa Universitas Udayana berkumpul di Auditorium Widya Sabha Universitas Udayana, Kampus Jimbaran, Kabupaten Badung, Selasa (8/4/2025) untuk berdialog dengan pihak rektorat Universitas Udayana terkait kerja sama dengan Kodam IX/Udayana. (ANTARA/Rolandus Nampu).

Bertentangan dengan Demokrasi

Fenomena TNI masuk kampus juga seperti mengingatkan kembali ke masa Orde Baru ketika Presiden Soeharto berkuasa. Hal ini diungkap Peneliti Senior Imparsial dan Ketua Centra Initiative Al Araf.

Ia menyebutkan, fenomena TNI masuk kampus merupakan pengulangan dari apa yang pernah terjadi di masa Orde Baru. Militer pernah masuk di wilayah kampus yang terjadi pada era 1970-1980, dengan masuknya tantara ke kampus ITB.

Dengan kembalinya TNI masuk ke kampus, ini menandakan sebuah kemunduran demokrasi yang makin nyata, terutama kemunduran tata kelola pertahanan Indonesia.

“Jadi masuknya militer ke dalam kampus itu memperlihatkan pola lama kembali hidup di era sekarang, di mana mereka masuk juga di wilayah kebebasan akademik," tutur Al Araf, mengutip Kompas.

“Sehingga ini menjadi preseden buruk dan mundur ke belakang kita dalam konteks tata kelola pertahanan di mana militer masuk kembali ke wilayah kampus,” Al Araf menambahkan.

Menurutnya, TNI bertindak kelewatan dengan mendatangi kampus karena kampus memiliki kebebasan akademik dan keberadaan militer di ruang tersebut dinilai tidak pantas.

Tindakan TNI ini juga dapat dibaca sebagai bentuk intimidasi terhadap mahasiswa. Selain itu, menurut Al Araf fenomena TNI masuk kampus tidak lepas dari sikap kritis mahasiswa belakangan ini yang menggelar aksi Indonesia Gelap sampai penolakan terhadap revisi UU TNI.

"(Mahasiswa kritis) Dalam isu Indonesia Gelap, dalam isu menolak Undang-Undang TNI sehingga dianggap sebagai sebuah masalah dan harus dipantau. Bagi saya ini jelas soal serius dan bertentangan dengan kebebasan sipil dan demokrasi, terutama dalam konteks kebebasan akademik," pungkasnya.