Kok Bisa Ada Survei Bilang PDIP Paling Bersih ketika Megawati Sendiri Resah dengan Kader Korup?
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (Sumber: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Sebuah survei yang digelar Puspoll Indonesia menempatkan partai penguasa, PDI Perjuangan (PDIP) sebagai yang teratas dalam hal persepsi partai politik bersih dan pro pemberantasan korupsi. Kami jadi ingat, Megawati beberapa waktu lalu baru saja mengakui keresahannya tentang korupsi di dalam tubuh PDIP. Bagaimana kontradiksi ini terjadi?

Dalam rilisnya, Puspoll Indonesia mencatat persepsi publik terhadap partai politik yang paling bersih dari kasus korupsi dan pro pemberantasan korupsi. PDIP teratas dengan angka 15,7 persen. Di bawah PDIP ada Gerindra, 10 persen. Posisi ketiga, PKS (7,8%).

Selain soal korupsi, survei Puspoll juga mendata elektabilitas partai politik. PDIP lagi-lagi teratas dengan capaian persentase 22,3 persen. Gerindra dan PKB membuntuti PDIP di 13,4 persen dan 9,2 persen. Setelah PKB ada Golkar (8,4%), PKS (7,4%), Demokrat (5,3%), Nasdem (4,3 %), PPP (2,8%), dan PAN 1,8 persen.

Hasil survei Puspoll ini jadi pertanyaan, terutama dalam konteks PDIP sebagai partai paling bersih dari korupsi dan paling pro pemberantasan korupsi. Kita ingat, Februari lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap basah Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Nurdin kala itu jadi kader PDIP keempat yang tertangkap korupsi dalam kurun waktu enam bulan. Dalam kasus ini Nurdin diduga menerima suap. Perkembangan terbaru, Pengadilan Negeri Tipikor Makassar mendakwa kontraktor, Agung Sucipto atas dugaan memberi suap 150 ribu dolar Singapura dan uang senilai Rp2 miliar.

Pemberian suap dilakukan di tempat berbeda, yang salah satunya dilakukan di rumah jabatan gubernur. "Jadi 150 ribu dolar Singapura itu pemberian suap pertama di Rujab Gubernur, kemudian yang kedua Rp2 miliar itu yang operasi tangkap tangan dilakukan oleh KPK," kata jaksa penuntut umum KPK Muhammad Asri Irwan, dalam dakwaannya, dikutip Selasa, 18 Mei.

Nurdin Abdullah (Sumber: Antara)

Dalam dakwaan, jaksa juga mengungkap sejumlah barang bukti, seperti beberapa berkas proposal dan berbagai surat keputusan gubernur terkait proyek-proyek infrastruktur. Semuanya ditandatangani Agung Sucipto. Selain itu ada juga bukti aliran dana Rp70 juta ke Nurdin yang dikirim lewat rekening istri Nurdin, Lestiaty Facruddin.

Sebelum Nurdin, kita ingat salah satu kasus korupsi paling miris dalam sejarah bangsa, yang melibatkan eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara. Sang menteri menilap uang pengadaan paket bantuan sosial (bansos) COVID-19. Pada April lalu, KPK mendakwa Juliari telah menerima suap Rp32,2 miliar dari korupsi bansos COVID-19.

Angka itu dua kali lipat dari dugaan awal, yakni Rp17 miliar. Jaksa KPK merinci sumber uang itu, di antaranya berasal dari pengusaha, Harry Van Sidabukke, yang nilainya Rp1,28 miliar, Ardian Iskandar Maddanatja (Rp1,9 miliar), dan uang senilai Rp29,2 miliar dari sejumlah perusahaan penyedia sembako paket bansos COVID-19.

Juliari Batubara (Sumber: Antara)

Pihak-pihak itu memberikan uang agar ditunjuk menjadi penyedia sembako bansos COVID-19. Seluruh uang diberikan kepada Juliari melalui dua pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial: Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Juliari diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Dua nama sebelum Juliari --melengkapi daftar empat kader PDIP yang terjerat kasus korupsi dalam enam bulan belakangan-- adalah Wenny Bukamo. Ia adalah mantan Bupati Banggai Laut. Wenny ditangkap KPK atas suap proyek di Kabupaten Banggai Laut. Lainnya, Andreu Misanta Pribadi, eks caleg PDIP.

Andreu adalah bekas Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Andreu menyerahkan diri ke KPK setelah dinyatakan terlibat dalam praktik suap ekspor benih lobster alias benur.

Keresahan Megawati

Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) sendiri sempat mengutarakan perasaan soal banyaknya kader Partai Banteng yang terlibat korupsi. Megawati bilang, kabar-kabar itu membuatnya "tak kuat."  Pernyataan Megawati disampaikan dalam acara halalbihalal virtual bersama para kader PDIP beberapa waktu lalu.

Perilaku-perilaku korup itu, kata Megawati merusak nama partai. Tak cuma secara sejarah tapi juga dalam kontestasi perpolitikan nasional. Megawati turut mengingatkan target partai memenangi Pemilu 2024.

Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri (Sumber: Antara)

"Saya tak kuat mendengar jika ada yang ditangkap karena korupsi. Mencoreng nama partai. Harus ingat pepatah, nila setitik rusak susu sebelanga. Karena itulah jangan korupsi,” tutur Megawati, dikutip Rabu, 19 Mei.

"PDI Perjuangan harus tetap ada dan terus berkibar selama bangsa ini ada ... Jangan lengah. Terus turun ke bawah. Solid dan semangat bekerja untuk rakyat. Terus perkuat persatuan karena ini pertarungan bagaimana ideologi Pancasila terus menjadi daya gerak perjuangan kita," tambah Megawati.

Tentang survei Puspoll Indonesia

Kami menghubungi Direktur Eksekutif Puspoll Indonesia Muslimin Tanja, orang yang berada di balik kajian ini. "Itu hasil survei persepsi publik. Elektabilitas PDIP 22 persen. Artinya sebanyak 22 persenan masyarakat memilih PDIP kalau dilakukan pemilu saat ini," katanya kepada VOI, Senin sore, 24 Mei.

Meski jelas survei ini mengangkat persepsi publik, namun survei ini tidak mendalami darimana asal persepsi publik itu terbentuk. "Tidak, mas," kata Muslimin menjawab pertanyaan kami soal adakah pemberitaan atau hal lain yang mendasari persepsi itu?

Muslimin juga menjelaskan tidak semua orang yang memilih PDIP percaya partai itu benar-benar bersih dari korupsi. "Sebenarnya dari 22 persen pemilh PDIP ternyata juga tidak sepenuhnya mereka menilai partai ini paling bersih karena angkanya hanya 15 persenan."

Survei ini dilakukan Puspoll Indonesia lewat wawancara tatap muka yang dilangsungkan 20-29 April 2021. Sampel berjumlah 1.600 dipilih dan acak dengan metode penarikan sampel acak bertingkat.

Quality control dilakukan terhadap hasil wawancara, yang dipilih secara acak sebesar 20 persen dari total sampel. Puspoll Indonesia menyebut tak ditemukan kesalahan berarti dalam tahap quality control.

Survei politik

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indoneia (LIPI) Aisah Putri Budiarti mengatakan pada dasarnya survei adalah metode riset yang penting untuk melihat respons atau penilaian atau tanggapan publik terhadap suatu hal.

Dalam politik, survei dapat digunakan untuk memetakan pandangan publik terhadap elektabilitas kandidat, posisi partai politik hingga memantau pandangan publik terhadap kinerja pemerintah.

Hasil survei dapat digunakan untuk mengimprovisasi kelembagaan, baik bagi partai politik ataupun lembaga negara. "Berbasis hasil survei, maka bisa dilakukan evaluasi untuk meningkatkan kualitas atau kerja demokrasi dan institusi demokrasi," kata Puput --sapaannya-- kepada VOI, Selasa, 25 Mei.

Dalam praktiknya, survei bisa dimanfaatkan pula untuk kepentingan politik praktis. Ada metodologi ketat yang harus dipenuhi para penyelenggara survei untuk memastikan survei mendapatkan hasil yang benar dan tidak bias.

"Namun survei tentunya tak juga mudah dilakukan karena berbiaya tinggi dan memiliki aturan metodologi yang ketat. Misalnya tentang pemilihan sampel, bentuk pertanyaan yang netral dan jelas, dan lain-lain. Syarat metodologi ini menjadi elemen yang sangat penting untuk menjamin surveinya benar dan tak bias."

"Jangan sampai survei politik kemudian hanya digunakan untuk membentuk opini publik karena justru akan menjerumuskan publik dan menjadikan survei tidak lagi sesuai dengan tujuan awalnya membangun pengetahuan dan secara spesifik dalam konteks politik untuk menguatkan demokrasi dan institusinya," kata Puput.

Apa yang dijelaskan Puput di atas adalah bagaimana survei secara umum dalam nilai dasarnya sebagai metode ilmiah. Tapi sebagaimana dijelaskan di atas, tanpa mengaitkannya dengan survei Puspoll Indonesia tentang persepsi PDIP, pada nyatanya banyak hasil survei politik yang memunculkan pertanyaan-pertanyaan publik.

Dalam konteks itu, asosiasi dan perhimpunan lembaga survei perlu ambil bagian. Mereka bisa mendalami pertanyaan publik dengan mempertanyakannya ke lembaga-lembaga pelaku survei yang menjadi anggota asosiasi dan himpunan.

"Mereka (himpunan dan asosiasi) memiliki kode etik anggota, sehingga mengikat bagi anggotanya. Dan asosiasi atau perhimpunan bisa bertanya ke anggotanya kalu ada pertanyaan publik tentang riset surveinya," kata Puput.

*Baca Informasi lain soal KORUPSI atau baca tulisan menarik lain dari Nailin In Saroh, Wardhany Tsa Tsia juga Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya