Matinya Empati DPR: Cari Aman di Tengah Warga Mati, Buang Uang di Tengah Krisis Ekonomi
Gedung DPR RI (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Rencana pemberian fasilitas isolasi mandiri (isoman) COVID-19 di hotel bagi anggota DPR menuai protes. Sebab di tengah situasi masyarakat yang juga sedang genting seperti ini, para pejabat yang sangat mampu menjaga dirinya itu seolah kehilangan empati. Hal ini juga dinilai menghamburkan uang negara yang terbatas. Bahkan negara sampai harus berutang untuk menambal biaya penanganan pandemi. 

Usut punya usut, akal untuk memberikan fasilitas menginap di hotel berbintang itu muncul ketika adanya protes dari tetangga rumah dinas DPR di Kalibata, Jakarta Selatan. Selama ini memang anggota DPR sudah punya fasilitas rumah dinas yang bisa dijadikan tempat isoman.

Namun menurut  Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar, tetangganya komplain ketika rumah dinas tersebut dijadikan tempat isolasi. Sebab anak-anak kecil yang berada di lingkungan itu tak berani main keluar karena takut tertular.

Selain itu tingginya aktivitas anggota DPR dalam kegiatannya di dapil juga berpotensi tertular COVID-19. Sehingga kesetjenan DPR menyiapkan berbagai kemungkinan untuk mengantisipasi hal itu.

Terkait berapa anggarannya, Indra tak menjelaskan secara detail. Namun dia mengatakan kebijakan tersebut menggunakan anggaran kontijensi.

"Ini kan di setiap kementerian lembaga sekarang ini ada yang namanya anggaran penanganan Covid-19 sebenarnya, tapi sifatnya kontijensi karena ini nggak pernah dianggarkan dulu-dulu jadi kami tentu akan mencari revisi-revisi dari perjalanan dinas luar negeri yang pasti nggak terpakai, dari honorarium narasumber yang sudah hampir pasti nggak terpakai," kata Indra dikutip Republika.

Adapun sejumlah hotel yang dipakai untuk isoman yaitu Hotel Oasis Amir di sekitaran Atrium Senen, dan Hotel Ibis Latumenten, Grogol. Berapa harganya? Menurut informasi yang beredar, warga yang hendak isoman di Hotel Oasis Amir bisa mengambil paket selama tujuh malam dengan tarif Rp4,5 juta.

Ilustrasi isoman (Sumber: Unsplash)

Di tengah krisis

Fasilitas yang diperoleh anggota DPR berbanding terbalik dengan yang dialami masyarakat. Tak sedikit warga penderita COVID-19 yang meninggal saat isoman.

Awal bulan lalu misalnya, cerita seorang pasien COVID-19 yang meninggal saat isoman hingga kabarnya mayatnya membusuk viral di TikTok. Pengguna TikTok menceritakan pasien itu merupakan tetangganya.

Menurut keterangannya, warga sekitar baru menyadari tetangganya itu meninggal setelah dua hari. Peristiwa itu diketahui ketika tercium bau busuk dari rumah pasien yang menjalani isoman tersebut.

"2 hari meninggal karena corona dan isoman. Tapi warga enggak ada yang sadar setelah dua hari. Mayat sudah berbau busuk," tulis seorang pengguna TikTok.

Selang tak berapa lama kejadian serupa kembali terjadi. Peristiwa kali ini menimpa warga asal Tangerang bernama Sutadbi. Pria berusia 51 tahun ini ditemukan tewas dalam sebuah ruko di Kulon Progo pada awal Juli lalu.

Seperti dikutip Kumparan, sebelum ditemukan meninggal, almarhum melakukan isolasi mandiri setelah dinyatakan positif COVID-19. Jasad korban pertama kali ditemukan oleh tetangganya, Abdul Hadi.

Kedua orang yang meninggal saat isoman tersebut hanyalah sebagian kecil dari ribuan kasus serupa yang pernah terjadi. Menurut data LaporCovid, sampai 29 Juli, tercatat sudah ada 2707 pasien isoman COVID-19 yang meninggal dunia. 

Ilustrasi (Sumber: Antara)

Menghamburkan uang rakyat

Oleh karena itu Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai fasilitas isoman bagi anggota DPR, staf, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di tengah situasi masyarakat yang juga sedang mengalami kesulitan begitu melukai rakyat. Menurutnya mereka jangan minta diistimewakan.

"Ini tentu melukai rakyat. Mereka dikasih makan tiga kali dalam sehari, dan fasilitas lain. Disaat yang sama banyak rakyat yang meninggal pada saat isoman," kata Ujang kepada VOI.

Hilangnya empati tersebut menurut Ujang mungkin saja karena mereka pejabat yang termasuk ke dalam kategori bukan ingin melayani. "Tapi ingin dilayani dan diistimewakan."

Ujang mengatakan semestinya uang negara jangan dipakai untuk kepentingan golongan atau kelompok. "Jangan apa-apa ingin menggunakan uang negara. Rakyat jauh lebih membutuhkan."

Lebih baik menurut Ujang anggaran fasilitas untuk wakil rakyat itu digunakan untuk membantu masyarakat yang menjalani isoman karena terpapar COVID-19. "Sebab banyak kasus rakyat yang sedang isoman meninggal dunia."

Seperti diketahui, demi memenuhi kebutuhan anggaran penanganan pandemi COVID-19, pemerintah sampai menambah utang luar negerinya sampai ratusan juta dolar AS. Sampai saat ini tercatat total anggaran penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp744,75 triliun.

Penambahan utang ini bahkan menuai kritik. Sebab seperti dijelaskan Ekonom Bhima Yudhistira, masih ada pos anggaran yang bisa direlokasi untuk mengatasi COVID-19. Salah satunya adalah pemangkasan perjalanan dinas, tunjangan, dan gaji pejabat pemerintah.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin berujar yang seharusnya menjadi prioritas saat ini adalah masyarakat. "Rakyatlah yang harus didahulukan. Banyak rakyat yang tak bisa makan, makanya banyak yang meninggal pada saat isoman."

Kata Ujang jangan sampai uang rakyat digunakan dan dinikmati oleh hanya segelintir orang saja. "Jangan hanya karena ada komplain dari anggota DPR, lalu Sekjen DPR tergopoh-gopoh untuk memfasilitasinya," pungkasnya.

*Baca informasi lain tentang COVID-19 atau tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya