Polisi Sesuai Prosedur Untuk Tak Mencegah <i>Abuse of Power </i>?
Polisi membanting mahasiswa (Sumber: Tangkapan layar Twitter)

Bagikan:

JAKARTA - Viral video bentrok aparat kepolisian dengan mahasiswa yang berunjuk rasa di Kabupaten Tangerang, berbarengan dengan riuhnya tagar #PolisiSesuaiProsedur di media sosial. Dengan mengenakan seragam yang didesain tertutup, tanpa tanda mengenal, aparat terlihat membanting mahasiswa bak adegan "smackdown". Ini seolah menggugurkan narasi #PolisiSesuaiProsedur. Sebab, mereka bisa dibilang telah melanggar prosedur untuk tidak melakukan tindakan abuse of power.

Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kabupaten Tangerang ke 389, para mahasiswa yang tergabung dalam Himata Banten menggelar unjuk rasa. Mereka hendak menyampaikan aspirasi soal pelbagai permasalahan di daerah yang terbagi menjadi 29 kecamatan ini.

Namun alih-alih aspirasinya didengar, para mahasiswa tersebut malah bentrok dengan aparat kepolisian. Dalam video yang viral tersebut terlihat aparat dan mahasiswa bersitegang.

Yang membuatnya ramai adalah ketika seorang mahasiswa, yang belakangan diketahui bernama Faris tampak dibanting bak adegan smackdown ke trotoar oleh seorang aparat. Dalam video berdurasi 48 detik tersebut, terlihat seorang polisi tiba-tiba membekap seorang peserta aksi unjuk rasa dan menyeretnya ke luar kerumunan.

Banjir kecaman

Kejadian ini lantas banjir kecaman. Anggota Komisi III DPR RI, Bukhori Yusuf misalnya, ia mengecam aksi brutal aparat kepolisian tersebut. Ia menilai, tindakan tersebut berlebihan dan tidak berprikemanusiaan.

Bukhori menyebut ada dua pelanggaran yang dilakukan salah satu anggota kepolisian itu. Pertama, melanggar instruksi Kapolri untuk mengedepankan pendekatan humanis dalam menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat. "Kedua, pelanggaran hukum atas tindak kekerasan,” ujar politikus PKS itu.

Anggota komisi yang bermitra dengan Polri ini menyesalkan, kasus yang terjadi belakangan menambah catatan kelam Korps Bhayangkara di usianya yang menginjak 75 tahun. Apalagi, kata dia, data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dalam laporannya yang bertajuk "Laporan Bhayangkara" menyebut selama Juni 2020 hingga Mei 2021, terjadi sebanyak 651 kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi.

Ilustrasi (Sumber: Dokumentasi VOI)

Polisi yang membanting mahasiswa tersebut kini terancam sanksi tegas. Hal tersebut diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga.

Shinto mengatakan tindakan represif yang dilakukan personel polisi tersebut tidak dibenarkan. Kata dia, hal itu tidak sesuai dengan protap polisi saat pengamanan demo.

"Sesungguhnya itu menjadi ranah dari internal offair dalam konteks pemeriksaan internal propam. Pada prinsipnya sudah ada ketentuan prosedur melakukan pengamanan," kata Shinto 13 Oktober kemarin.

Pihaknya pun bakal memberikan sanksi kepada polisi tersebut bila benar telah melakukan tindakan represif. "Pasti, Polda Banten sudah konsen dari pak Kapolda bahwa kesalahan dalam produr pengamanan itu harus dilakukan penindakan," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Faris sempat tak sadarkan diri usai dibanting aparat. Meski begitu, mahasiswa itu mengaku dirinya dalam keadaan sehat dan hanya merasa pegal walaupun pada video tersebut polisi membantingnya ke permukaan yang keras.

"Saya nggak mati, sekarang masih hidup. Dalam keadaan biasa-biasa aja, walau agak sedikit pegal-pegal," kata dia.

Mencegah abuse of power

Sementara itu, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitahsari menilai tindakan aparat yang diketahui Brigadir Polisi berinisial NP termasuk tindakan kekerasan berlebihan atau abuse. "Udah masuk abuse memang, kan enggak perlu buat mengamankan sampai dibanting dan buat orangnya kejang-kejang kan," kata dia kepada VOI.

Dari video yang viral itu terlihat polisi yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa yakni mereka yang berseragam tertutup dan tanpa pengenal. Memang dari sisi prosedur kepolisian punya aturan internalnya. Begitu juga soal atribut yang digunakan.

"Apa-apa saja yang perlu dipakai waktu demo atau tindakan operasi yang lain mungkin memang bisa jadi beda-beda," kata Iftitahsari. Namun menurutnya, atribut bisa menjadi salah satu pertimbangan kepolisian untuk mencegah abuse of power.

"Tapi memang seharusnya itu menjadi pertimbangan sih untuk mencegah abuse of power. Kalau mungkin desain atribut yang tertutup dengan alasan untuk keamanan mungkin masih masuk akal. Tapi kalau misal memang sengaja tidak pasang body cam ya bisa jadi ada kemungkinan memang tidak dipertimbangkan untuk pencegahan abuse itu," kata Iftitahsari.

Ilustrasi (Sumber: Dokumentasi VOI)

Kendati saat ini kondisi Faris baik-baik saja, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta polisi mengusut tuntas kasus ini. "Polisi harus mengusut tuntas peristiwa ini," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara melalui akun Twitternya @BekaHapsara yang dikutip Rabu, 13 Oktober.

Selain itu, Polri diminta untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku kekerasan itu dan menjamin perlakuan yang sama tidak terulang kembali. "Komnas HAM mengecam perlakuan aparat kepada kawan-kawan mahasiswa yang sedang melakukan aksi damai," kata Beka.

*Baca Informasi lain tentang POLISI atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya