Dorong Mobil Listrik Percepat Nol Emisi Karbon, Pengamat Nilai Perlu Kebijakan Fiskal agar Harganya Lebih Terjangkau Masyarakat
Ilustrasi mobil listrik. (Foto: Dok. PLN)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah telah berkomitmen dalam pengurangan emisi melalui ratifikasi Perjanjian Paris yang mengharuskan Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

Selain komitmen dalam NDC, pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 yang akan datang.

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengungkapkan, salah satu upaya untuk mencapai target tersebut adalah meningkatkan populasi mobil listrik di Indonesia. Melalui peningkatkan penggunaan mobil listrik, maka akan tercipta beberapa hal yang menguntungkan bagi Indonesia.

"Melalui peningkatan populasi mobil listrik, kita bisa mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Jika tidak ada upaya untuk mengurangi populasi mobil konvensional, maka sektor transportasi akan menyumbang sebesar 0,28 miliar tCO2e/tahun dan 0,86 miliar tCO2e/tahun pada 2060," papar Mamit dalam keterangan tertulisnya kepada VOI, Senin, 4 April.

Oleh karena itu, perlu adanya dukungan yang kuat dari pemerintah agar mobil listrik ini terus meningkat jumlahnya. Permasalahan mobil listrik saat ini menurut dia adalah harga yang masih mahal serta desain yang belum diminati oleh masyarakat Indonesia yang lebih menyukai MPV dan dapat memuat penumpang dengan jumlah yang banyak.

"Perlu adanya kebijkan fiskal agar mobil listrik bisa menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, jika memungkikan pemerintah bisa memberikan stimulus bagi masyarakat yang akan membeli mobil listrik sehingga semakin menarik untuk menggunakan mobil listrik," pungkasnya.

Mamit merinci, 1 liter BBM dengan jarak tempuh 10 km maka akan dihasilkan 2,6 kg CO2, sedangkan untuk 1 kWh mobil listrik dengan jarak tempuh 10 km menghasilkan 1,27 kg CO2.

"Selain dari emisi CO2 yang dihasilkan lebih sedikit, biaya yang dikeluarkan untuk 1kWh hanya sebesar Rp1.500 setara dengan 1 liter BBM seharga Rp12.500. Jadi, harganya lebih murah dan masyarakat bisa lebih berhemat," tutur Mamit.

Selain itu, Mamit juga menjelaskan manfaat lain dari peningkatan populasi mobil listrik yaitu bisa mengurangi impor BBM yang saat ini jumlahnya sangat signifikan.

"Dengan meningkatnya mobil listrik, maka kita bisa mengurangi impor bbm baik itu produk maupun minyak dimana saat ini kesenjangannya sangat jauh sekali. Saat ini produksi minyak dalam negeri hanya di angka kurang lebih 700 ribu BOPD sedangkan konsumsi BBM nasional sudah mencapai 1,4 juta BOPD. Hal ini akan meningkatkan defisit neraca perdagangan semakin lebar," urai Mamit

Mamit juga menyampaikan, impor BBM yang sangat besar ini bisa menekan mata uang rupiah terhadap dollar AS dan juga bisa menyebabkan terjadinya inflasi akibat kenaikan harga barang karena pelemahan mata uang rupiah ini.