Tak Semua Petani Nikmati Pembebasan PE, Pemerintah Diminta Terapkan Harga Dasar Komoditas Sawit
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah memberikan perpanjangan waktu pembebasan pungutan ekspor (PE) sawit hingga Oktober 2022. Namun, pemberian insentif tersebut dinilai tidak dapat dinikmati semua petani. Karena itu, pemerintah diminta untuk menerapkan harga dasar di komoditas sawit.

Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan tidak semua petani menikmati keuntungan dari PE 0 persen ini.

Achmad mengakui memang ada hubungan dengan tarif, tetapi tidak 100 persen. "Tetapi tidak 100 persen, karena harga sawit ditentukan harga penetapan," kata Achmad, Senin, 29 Agustus.

Dalam pertanian sawit, kata Achmad, harga Tandan Buah Segar (TBS) ditentukan oleh pemerintah daerah (pemda).

Dalam model seperti ini, menurut Achmad, petani swadaya paling rentan, dan akan sulit mendapatkan harga TBS yang layak.

Sebagai solusi agar petani sawit lebih sejahtera, Achmad mengusulkan diberlakukan harga dasar di samping harga penetapan.

"Seperti Padi misalnya, ada harga dasar yang disusun dari komponen produksi. Bisa gunakan harga dasar mendampingi harga penetapan," katanya.

Menurut Achmad, dengan ada harga dasar, artinya ada patokan yang layak bagi petani.

Kenyataanya saat ini, kata Achmad, harga penetapan TBS di tiap daerah berbeda.

Bicara soal pemerintah pusat dan daerah, Achman menyoroti kurangnya sinergi dan implementasi dari Inpres Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024.

Dalam catatannya, dari 25 provinsi yang memiliki tutupan sawit, hanya 9 provinsi yang sudah menurunkan menjadi Perda.

"Yang aksi nasional lebih integratif, sayangnya di daerah, baru beberapa provinsi saja yang mengikuti lima komponen dalam Inpres tersebut," tutur Achmad.

Selama ini, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dinilai masih rendah, sehingga program sawit nasional belum dilaksanakan di daerah, belum disosialisasikan dan bermanfaat bagi petani.

Peremajaan Sawit Rakyat

Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan dari lima komitmem pemerintah untuk mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional, yang harus ditekankan adalah percepatan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Kata Piter, program itu akan mendukung peningkatan kesejahteraan petani sawit sekaligus berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

"Saya kira komitmen yang paling utama harus dikawal untuk mendukung kesejahteraan petani sawit adalah Program Peremajaan Sawit Rakyat," jelas Piter.

Selama ini, kata Piter, program tersebut kurang maksimal dan belum mampu diwujudkan oleh pemerintah.

"Selama ini, peremajaan ini yg paling tidak berjalan. Belum terwujudkan oleh BPDPKS," ungkapnya.

Piter berharap, program PSR akan bisa diwujudkan seiring pernyataan komitmen pemerintah dalam mendukung sektor perkebunan kelapa sawit.

"Semoga komitmen yang kali ini benar-benar akan diwujudkan," tandasnya.

Piter menekankan pentingnya mewujudkan kebijakan lain dalam mendukung perekonomian nasional.

Seperti fee ekspor nol rupiah, alokasi biodiesel, juga berpengaruh kepada perekonomian nasional.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional.

Pemerintah melihat industri sawit yang berkelanjutan dan juga mensejahterakan petaninya.

"Perpanjangan Tarif PE sebesar 0 dolar AS dimaksudkan untuk menjaga momentum saat ini, di mana harga crude palm oil (CPO) mulai stabil, harga minyak goreng mulai turun, dan harga tandan buah segar (TBS) yang mulai meningkat, sehingga membuat petani atau pekebun mulai merasakan manfaatnya,” ungkap Airlangga.

Dalam rapat Komite Pengarah (Komrah) BPDPKS pada Minggu, 28 Agustus, diperoleh keputusan yang telah menyetujui lima hal yakni Perpanjangan Tarif Pungutan Ekspor (PE) sebesar 0 dolar AS untuk semua produk sampai dengan 31 Oktober 2022, Penambahan Alokasi Biodiesel Tahun 2022, Pembangunan Pabrik Minyak Makan Merah (3M), Dukungan Percepatan Peningkatan Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Percepatan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).