Imbas Konflik Iran-Israel, The Fed Diprediksi Tahan Suku Bunga Lebih Lama
Marie Pangestu dalam acara 'Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI' yang diadakan oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter (foto: tangkapan layar)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indoneia Marie Elka Pangestu memproyeksikan Bank Sentral AS akan menahan suku bunga acuan lebih lama lagi akibat serangan Iran ke Isral pada Minggu, 14 April. 

Menurut Marie langkah The Fed untuk menahan suku bunga acauan di level 5,25-5,50 persen merupakan salah satu efek dari berbagai efek lain seperti naiknya harga minyak dunia, harga emas, hingga menguatnya dolar AS. 

"Jadi ini skenario di mana diperkirakan harga minyak akan naik, production cost naik, inflasi naik dan ini akan memengaruhi pemulihan di AS, memperlambat penurunan suku bunga yang harusnya terjadi di second half of this year," ujar Marie dalam acara 'Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI' yang diadakan oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual, Senin, 15 April. 

Selanjutnya pada kesempatan yang sama, Ekonom sekaligus Mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro menilai The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan lebih lama karena tingginya dampak dari eskalasi konflik Timur Tengah. 

Menurut Bambang kebijakan tersebut secara tak langsung akan turut memberikan dampak terhadap nilai tukar rupiah dan perekonomian Indonesia. 

"Jadi intinya secara eksternal memang kita akan menghadapi tantangan yang serius, dan ini yang bisa membuat rupiah menjadi tertekan," katanya. 

Bambang menilai sebagai langkah antisipasi hal tersebut, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah.  "Tapi juga BI tidak mungkin menggunakan cadangan dolar begitu saja untuk melakukan intevensi karena akibatnya akan fatal," jelasnya. 

Bambang menyampaikan bahkan jika BI mengambil langkah untuk menaikan suku bunga bukan merupakan langkah yang tepat mengingat kondisi dolar AS saat ini yang menguat terhadap hampir semua mata uang negara lainnya sebagai akibat tingkat bunga yang tinggi. 

"Ditambah sekarang gara-gara Iran-Israel ini, investor seperti biasa akan mencari save haven. Tempat paling aman itu selalu dua, satu mata uang US dollar, satu US treasury bond," pungkasnya.