Bagikan:

JAKARTA - Komoditas cabai rawit merah mulai mengalami penurunan harga. Beberapa hari sebelumnya, harga cabai merah naik signifikan hingga mencapai Rp130.000 per kilogram di Pasar Kramat Jati.

Mengacu pada Info Pangan Jakarta, Jumat, 17 Januari, rata-rata harga cabai rawit merah di Provinsi DKI Jakarta adalah Rp107.380 per kilogram (kg). Angka tersebut mengalami penurunan sebesar Rp6.842.

Namun berdasarkan wilayah, harga di Pasar Kramat Jati tercatat Rp120.000 per kg. Harga cabai rawit merah tersebut mengalami penurunan sebesar Rp10.000 dibandingkan hari sebelumnya.

Selain Pasar Kramat Jati, harga cabai rawit merah juga mengalami penurunan Rp10.000 di Pasar Jatinegara. Per hari ini, harga di pasar tersebut tercatat Rp60.000 per kg.

Harga cabai rawit merah juga mengalami penurunan Rp10.000 di Pasar Minggu. Di pasar tersebut harga tercatat sebesar Rp100.000 per kg.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat bahwa harga cabai rawit merah mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam dua minggu terakhir. Salah satu penyebabnya adalah perkebunan cabai di wilayah sentra terendam banjir.

Direktur Sayur dan Tanaman Obat Kementan Andi Muhammad Idil Fitri mengatakan rata-rata nasional Rp73.640 per kilogram (kg) di tingkat konsumen. Sementara harga di tingkat petani Rp52.310 per kg.

Andi mengatakan bahwa harga tersebut jauh berada di atas harga acuan pembelian (HAP). Dimana HAP di tingkat konsumen berkisar Rp40.000 sampai Rp57.000 per kg. Sedangkan, HAP di tingkat petani Rp25.000 sampai Rp31.500 per kg.

“Memang rata-rata harga mingguan cabai rawit ini, dua minggu ini melenting naik jauh signifikan, baik untuk harga konsumen maupun di tingkat petani,” ujarnya dikutip Selasa, 14 Januari.

Andi mengatakan bahwa ada tujuh penyebab kenaikan harga cabai rawit merah. Pertama, cuaca ektrem yang menyebabkan sejumlah wilayah sentra cabai terendam banjir seperti di Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Temanggung serta sentra-sentra lainnya yang berada di dataran rendah.

“Dampak banjir ini menyebabkan potensi kehilangan produksi mencapai 70 hingga 87 persen,” tuturnya.

Kedua, sambung Andi, curah hujan tinggi di hampir semua wilayah daerah sentra. Kondisi ini menyebabkan penurunan produktivitas sebesar 10 hingga 20 persen. Anomali intensitas hujan ini mengganggu pola panen cabai.

Ketiga, adanya bencana longsor yang mengakibatkan kerusakan areal cabai rusak seperti di Kabupaten Sukabumi. Keempat, angin kencang yang mengakibatkan kerusakan areal tanam cabai, sepergi di Kabupaten Semarang.

Kelima, serangan organisme penggangu tanaman (OTP) yang meningkat akibat anomali cuaca. Meningkatnya serangan OPT ini umumnya terjadi merata di seluruh daerah sentra. Keenam, sambung Andi, rendahnya harga jual cabai rawit merah beberapa waktu yang lalu menyebabkan para petani tidak merawat tanaman yang sudah kondisi siap panen.

Terakhir, lanjut Andi, anomali masa panen atau habisnya masa panen cabai di sejumlah wilayah sentra. Seperti di wilayah Jawa Timur, yang saat ini telah memasuki masa habis panen. Sedangkan di beberapa kawasan sentra lainnya belum juga memasuki masa panen raya.