Bagikan:

JAKARTA - Komisi VI DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk kembali membahas penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Terhitung sejak 2020 hingga 2024 RUU BUMN ini masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahunan. Kini, RUU BUMN kembali masuk prolegnas 2025 karena dianggap memiliki peran fundamental dalam perekonomian nasional.

Ketua Komisi VI DPR Anggia Ermarini menjelaskan, urgensi dari perubahan ini didasari oleh peran strategis BUMN dalam mengelola sumber daya nasional sesuai Pasal 33 UUD 1945.

“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN adalah perpanjangan tangan negara untuk melaksanakan fungsi vital ini,” ujar Anggia dalam rapat kerja dengan Menteri BUMN Erick Thohir di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 23 Januari.

Meksi berperan penting, Anggia mengatakan kinerja BUMN saat ini belum optimal dan menghadapi berbagai tantangan.

Dia juga menyoroti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 yang mengatur tentang BUMN telah berusia lebih dari 22 tahun.

“Regulasi ini perlu disesuaikan untuk menjawab tantangan zaman dan meningkatkan kontribusi BUMN terhadap ekonomi nasional,” katanya.

Lebih lanjut, Anggia mengatakan, sejumlah poin perubahan dalam RUU BUMN yang meliputi penyesuaian drfinisi BUMN untuk mengakomodasi tugas BUMN secara optimal sesuai perkembangan regulasi.

Lalu, pengaturan anak usaha BUMN seperti penambahan definisi dan mekanisme pembentukan anak perusahaan.

Kemudian, pengelolaan Korporasi meliputi penegasan aturan terkait restrukturisasi, privatisasi, dan aksi korporasi untuk menciptakan BUMN yang lebih kompetitif.

Lalu, kebijakan Sumber Daya Manusia dengan penyediaan peluang bagi penyandang disabilitas, pemberdayaan masyarakat setempat, dan keterwakilan perempuan dalam jajaran direksi maupun komisaris.

Selanjutnya, privatisasi meliputi penentuan kriteria dan mekanisme privatisasi agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat dan negara; serta tanggung jawab sosial mencakup kewajiban BUMN untuk membina usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta masyarakat sekitar.

“Selain itu, RUU ini juga menekankan pada pentingnya transparansi dan tata kelola yang baik, termasuk pengawasan eksternal oleh akuntan publik serta pembentukan komite audit dan pengawasan internal,” ucapnya.

Anggia juga menyampaikan RUU ini sebelumnya telah melalui tahap harmonisasi dan penyempurnaan konsep oleh Badan Legislasi DPR, yang hasilnya diserahkan kepada Komisi VI.

Pada rapat paripurna 23 Januari 2025, Komisi VI secara resmi diberi mandat untuk membahas RUU ini lebih lanjut.

“Kami akan segera membentuk panitia kerja (Panja) untuk mempercepat pembahasan RUU ini. Komisi VI dan BUMN juga berkomitmen untuk membuka ruang partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya dalam proses legislasi ini,” katanya.