Kebijakan 'Ajaib' Cek Saldo dan Tarik Tunai di ATM Kena Biaya, Komunitas Konsumen Laporkan BRI, Mandiri, BNI, BTN ke KPPU
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Komunitas Konsumen Indonesia alisa KKI melaporkan Himpunan Bank Negara (Himbara) ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait pengenaan biaya cek saldo dan tarik tunai di anjungan tunai mandiri (ATM) Link. Keempat bank milik negara ini memasang tarif yang sama untuk transaksi cek saldo maupun tarik tunai.

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing mengatakan pihaknya secara resmi telah mengirimkan laporan ke KPPU atas tindakan Himbara dalam pengenaan biaya cek saldo dan tarik tunai sebagai dugaan kartel.

Lebih lanjut, David menerangkan ada beberapa alasan yang mendasari KKI melaporkan Himbara ke KPPU. Pertama, bahwa bank pada Himbara yakni Mandiri, BRI, BTN dan BNI telah membuat Perjanjian dengan Pelaku Usaha Pesaing untuk menetapkan harga atas suatu barang/jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama dengan cara pengenaan biaya cek saldo dan tarik tunai bagi Nasabah ATM Link tanggal 1 Juni 2021.

"Tindakan itu kami duga melanggar Pasal 5 UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha," katanya, dikutip Selasa, 25 Mei.

Kedua, bahwa penetapan pengenaan biaya cek saldo dan tarik tunai kepada Nasabah ATM Link tanggal 1 Juni 2021 merupakan perbuatan pelaku usaha yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mempengaruhi harga yang dapat mempengaruhi terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 11 UU No 5 Tahun 1999).

"Terakhir, saat ini ketergantungan masyarakat terhadap ATM sangat besar sehingga penetapan biaya cek saldo dan tarik tunai sangat merugikan konsumen/ masyarakat dan menciptakan persaingan usaha tidak sehat," ucapnya.

Karena tiga alasan tersebut, David menilai perbuatan Himbara merupakan persaingan semu karena tidak terjadi persaingan usaha dalam melayani konsumen.

"Seharusnya Pelaku Usaha saling bersaing melayani konsumen tetapi ini malah menggerus uang konsumen/masyarakat," jelasnya.

KPPU, kata David, harus tegas menghentikan Kartel ini untuk melindungi nasabah ATM Link maupun masyarakat Indonesia pada umumnya.

Seperti diketahui, transaksi cek saldo, tarik tunai dan transfer menggunakan kartu debit bank BUMN yakni PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), di mesin anjungan tunai mandiri (ATM) Link akan dikenakan biaya mulai 1 Juni 2021.

Biaya yang dipatok oleh keempat bank tersebut sama, untuk transaksi cek saldo sebesar Rp2.500 dan tarik tunai Rp5.000 di mesin ATM Himbara yang berbeda dan ATM Link, dari semula Rp0 atau gratis.

Kebijakan eksploitatif

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengkritik rencana kebijakan tersebut. Menurut Tulus, transaksi cek saldo yang dikenakan biaya akan membuat tekor konsumen, sebab saldo tabungannya makin tergerus.

"Lalu apa gunannya menyimpan uang di bank? Lebih baik menyimpan di kasur saja. Karena itu, wacana ini harus ditolak karena merupakan kebijakan eksploitatif," tuturnya dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu, 23 Mei.

Tulus juga menilai pihak bank berdalih bahwa perubahan tarif tersebut demi kenyamanan nasabah. Menurut dia, itu klaim sepihak, mengatasnamakan konsumen.

"Kenyamanan apanya? Emang ada surveinya terkait hal tersebut? Aneh bin ajaib. Klaim yang paradoks," katanya.

Menurut Tulus, bank menjadikan biaya admin sebagai pendapatan utama, dan ini tidak adil. Sebab, jika dicermati, hidupnya bank hanya mengandalkan biaya admin dari nasabah.

"Coba kita cermati, setiap nasabah per bulan minimal dipotong Rp14.000. Belum biaya lain lain, seperti pajak. Jadi lama-lama uang nasabah itu habis dimakan biaya administrasi. Ini namanya nabung mau untung atau mau buntung?," ucapnya.