Meski Mal Boleh Beroperasi, Ekonom Sebut Kebijakan yang Membingungkan Bikin Sektor Ritel Belum Tentu Bangkit Lagi
Mal Central Park Jakarta. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah kembali mengizinkan mal atau pusat perbelanjaan di DKI Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang beroperasi setelah tutup lebih dari sebulan. Namun, kapasitas pengunjung dibatasi hanya 25 persen. Sebab, pemerintah masih memberlakukan penerapan PPKM level 4.

Pemerintah seolah mendengar teriakan pengelola mall yang meminta pelanggaran selama pekan darat dan level 4. Baik pengelola mal ataupun pelaku ritel mengaku kondisi keuangan mereka berdarah-darah. Bahkan dana cadangan terkuras habis sehingga ada ancaman 84 ribu karyawan terancam terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK  jika mal terus tutup.

Apakah pelonggaran dapat menolong sektor ritel kembali bangkit?

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut pelonggaran itu tak serta merta menolong ritel bangkit dari keterpurukannya. Apalagi, menurut dia, kebijakan pada PPKM kali ini sangat membingungkan.

"Meski ada pelonggaran PPKM level 4 tapi aturannya belum bisa mendorong pemulihan sektor ritel khususnya mal. Perpanjangan PPKM dengan pelonggaran mal sebenarnya cukup membingungkan bagi pelaku usaha ritel," katanya kepada VOI, Selasa, 10 Agustus.

Misalnya, kata Bhima, mal diizinkan buka tapi dengan kapasitas pengunjung 25 persen. Alih-alih membuka tokonya, menurut dia, pelaku usaha akan memilih tetap tutup. Sementara saat ini, mereka kondisi mengencangkan ikat pinggang sehingga sangat memperhitungkan pengeluarannya.

"Penyewa tenant lebih memilih menutup daripada memaksa buka tapi omzetnya rendah. Untuk biaya operasional karyawan dan sewa tempat saja belum bisa itu menutup itu," jelasnya.

Belum lagi, kata Bhima, ada syarat wajib vaksin COVID-19 semakin membatasi jumlah pengunjung mal. Sementara, berdasarkan data Kementerian Kesehatan per Senin, 9 Agustus, jumlah penduduk yang menerima vaksin COVID-19 dosis kedua baru 24.212.024 orang dari target 208.256.720.

Lebih lanjut, Bhima mencontohkan misalnya di Jakarta progres vaksinasi-nya sudah tinggi di atas rata-rata nasional. Tetapi, perlu diingat bahwa pengunjung bukan hanya mereka yang memiliki KTP Jakarta, banyak pegawai komuter atau pengunjung luar Jakarta juga ke mal dan restoran.

"Syarat vaksinasi untuk masuk mal dinilai memberatkan konsumen. Ini artinya tidak bisa hanya satu daerah vaksinasinya tinggi kemudian berlaku syarat harus sudah vaksin ketika ke mal," ujarnya.

Perlu bantuan dari pemerintah

Melihat kondisi itu, dia memandang pemerintah perlu memberikan bantuan uang sewa untuk pengusaha kecil di pusat perbelanjaan. Menurut dia, bantuan ini dapat meringankan beban pelaku usaha.

"Bantuan uang sewa minimum 30-40 persen dari biaya sewa selama satu bulan hingga Agustus. Bantuan PPN sewa ditanggung pemerintah belum cukup karena sebagian besar penyewa tenant membayar kontrak tahunan sebelum adanya pandemi," tuturnya.

Lalu, kata Bhima, pemerintah juga perlu memberi bantuan sosial tunai minimal Rp1 sampai Rp1,5 juta per keluarga penerima dengan jumlah keluarga penerima bantuan ditambah menjadi 15 sampai 25 juta.

Kemudian, kata Bhima, pemerintah juga perlu memberi support atau dukungan bagi UMKM yang beralih ke jual-beli online. Menurut dia, pemerintah bisa sediakan subsidi internet gratis 1GB per pengusaha di jam sibuk jam 8 pagi-6 sore.

"Dorong perpanjangan restrukturisasi pinjaman bagi pelaku usaha UMKM yang kesulitan membayar cicilan pokok dan bunga. Kalau perlu lakukan write off atau hapus buku bagi kredit usaha mikro yang memang sudah sangat sulit membayar pokok dan bunga pinjaman," katanya.

Bhima mengatakan tanpa sokongan dana dari pemerintah banyak tenant yang tetap memilih tutup selama pelanggaran PPKM level 4 ini. Akibatnya, pengelola mal terseok-seok dan ancaman PHK maupun kebijakan karyawan dirumahkan tidak bisa dielakkan.