RUPTL 2021-2030 Terbit, Pemerintah Menaikkan Porsi Pembangkit Listrik EBT Jadi 51,6 Persen
Ilustrasi. (Foto: Dok. PLN)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah telah mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN periode 2021-2030. Dalam RUPTL ini, porsi pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) lebih dominan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, arah kebijakan energi nasional ke depan, yaitu transisi dari energi fosil menjadi energi baru terbarukan sebagai energi yang lebih bersih, minim emisi dan ramah lingkungan.

Lebih lanjut, kata Arifin, hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement, yaitu penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan Nationally Determined Contributions (NDC) pada tahun 2030 sebesar 29 persen dari Business as Usual (BaU) dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.

"RUPTL PLN 2021-2030 saat ini merupakan RUPTL lebih hijau karena porsi penambahan pembangkit EBT sebesar 51,6 persen, lebih besar dibandingkan penambahan pembangkit fosil sebesar 48,4 persen," katanya dalam Webinar Diseminasi RUPTL PLN 2021-2030, Selasa, 5 Oktober.

Dari serangkaian diskusi yang cukup panjang antara pemerintah dan PT PLN (Persero) serta memperhatikan masukan dari Kementerian dan Lembaga terkait, maka telah berhasil dirumuskan RUPTL PLN 2021-2030 yang disahkan melalui Keputusan Menteri ESDM nomor 188.K/HK.02/MEM.L/2021 tanggal 28 September 2021.

"Dengan memperhatikan kondisi PLN, RUPTL PLN 2021-2030 dapat menjawab semua permasalahan di sektor ketenagalistrikan," ucapnya.

Arifin mengatakan dari target penambahan pembangkit sebesar 40,6 gigawatt, kapasitas pembangkit energi baru terbarukan mencapai 20,9 gigawatt dan kapasitas pembangkit energi fosil hanya sebesar 19,6 gigawatt.

Lebih lanjut, Arifin mengatakan bahwa pemerintah akan mendorong PLN untuk fokus berinvestasi pada pengembangan dan penguatan sistem penyaluran tenaga listrik, serta peningkatan pelayanan konsumen.

Dia menjelaskan bahwa percepatan penambahan pembangkit sebesar 40,6 gigawatt selama 10 tahun ke depan akan membuka peran perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) dalam pengembangan pembangkit berbasis energi baru terbarukan.

"Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi kecuali yang saat ini sudah committed dan dalam tahap konstruksi. Hal ini juga untuk membuka peluang dan ruang cukup besar untuk pengembangan energi baru terbarukan," tuturnya.