Bagikan:

JAKARTA - Kasus anemia pada kalangan remaja putri di Kabupaten Karawang kini menjadi sorotan, usai laporan terbaru Dinas Kesehatan setempat yang mengungkap 8.800 remaja putri di sana mengidap anemia.

Diduga salah satu pemicu penyakit tersebut adalah kebiasaan mengonsumsi jajanan nutrisi rendah, seperti seblak.

Atas kasus tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, mengatakan bahwa seblak bukan menjadi faktor penyebab utama. Kemenkes menyoroti peran orangtua dalam membentuk pola makan sehat bagi anak-anak mereka.

“Memang ini masalah perilaku, seperti kebiasaan di rumah dan juga contoh dari orangtua,” kata Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes RI, Maria Endang Sumiwi, saat diskusi media di Kemenkes RI, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa, 21 Januari 2025.

Selain pola makan yang buruk di keluarga, pengaruh iklan jajanan instan dengan kepentingan komersial juga menjadi tantangan dalam membentuk kebiasaan makan di kalangan remaja. Pengaruh iklan jajanan cukup besar yang membuat remaja menjadi tidak menerapkan pola makan yang sehat.

“Termasuk kepentingan komersial yang memberikan iklan dan menjadi tandingan terhadap pola makan sehat,” tambahnya.

Sementara itu, hasil Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 juga menyatakan pravalensi anemia pada remaja mengalami penurunan menjadi 16,3 persen. Meski demikian, Kemenkes tetap menilai angka tersebut masih tergolong tinggi dan membutuhkan intervensi lanjut agar penurunan berlanjut ke depannya.

Oleh karena itu, peran pemerintah dan kebiasaan masyarakat sangat penting untuk menurunkan kasus anemia di Indonesia. Mulai dari edukasi, pemberian tablet tambah darah di sekolah, hingga masyarakat harus memilih makanan bergizi untuk asupan sehari-hari.

“Pemerintah melakukan edukasi, pemeriksaan, suplementasi gizi, hingga pemberian makanan bergizi di sekolah. Dengan upaya ini diharapkan angka anemia pada remaja putri dapat terus menurun,” pungkas Maria.