JAKARTA - Konsumsi gula berlebihan ternyata memiliki kaitan erat dengan peningkatan risiko gangguan mental, seperti depresi.
Hal ini diungkapkan oleh dr. Rozana Nurfitria Yulia, M. Gizi, Sp.GK, seorang Dokter Spesialis Gizi Klinik dari RS Pusat Otak Nasional (RSPON), dalam sebuah webinar. Beliau menjelaskan bahwa anggapan mengonsumsi makanan atau minuman manis sebagai solusi saat depresi justru merupakan langkah yang keliru.
Alih-alih meredakan, asupan gula tinggi justru memicu peningkatan hormon kortisol, yang dikenal sebagai hormon stres. Proses ini terjadi karena kadar gula yang tinggi dalam tubuh memicu inflamasi atau peradangan, yang kemudian merangsang pelepasan kortisol.
Ironisnya, peningkatan kortisol ini justru berdampak pada kenaikan kadar gula darah, menciptakan lingkaran yang memperburuk kondisi depresi.
Sebuah penelitian yang melibatkan 1,3 juta partisipan menelaah korelasi antara asupan glukosa makanan dan risiko depresi. Hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi gula sebanyak 100 gram per hari meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami depresi hingga hampir 28 persen.
Oleh karena itu, dr. Rozana menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap asupan gula, terutama yang tersembunyi dalam minuman kemasan atau olahan, di mana kandungan gulanya seringkali sulit dikontrol. Beliau mengingatkan bahwa dampak negatif gula tidak hanya terbatas pada masalah metabolik, tetapi juga signifikan terhadap kesehatan mental.
Lebih lanjut, dr. Rozana menjelaskan bagaimana gula, yang merupakan hasil metabolisme karbohidrat menjadi glukosa, memengaruhi fungsi otak. Otak menggunakan sekitar 20 persen asupan glukosa sebagai sumber energi utamanya. Namun, kadar glukosa yang terlalu tinggi juga membawa dampak negatif. Salah satunya adalah gangguan pada fungsi memori.
SEE ALSO:
Glukosa berlebih memicu pelepasan dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan rasa senang dan euforia. Efek ini menciptakan sensasi adiktif atau kecanduan, di mana seseorang cenderung mencari konsumsi gula berulang kali untuk mendapatkan sensasi serupa.
Dr. Rozana menyoroti bahwa efek adiktif gula ini bahkan disandingkan dengan dampak negatif narkotika atau obat-obatan terlarang di beberapa penelitian di Amerika Serikat. Toleransi tubuh terhadap gula juga dapat meningkat, sehingga dibutuhkan jumlah gula yang lebih banyak untuk mencapai efek dopamin yang sama.
Dari sisi kognitif, asupan gula berlebih juga dapat mengganggu memori, menyebabkan masalah seperti sering lupa. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dopamin dan neurotransmitter lain yang terkait dengan fungsi memori. Oleh karena itu, dr. Rozana menyarankan bagi mereka yang sering mengalami masalah lupa untuk mempertimbangkan kemungkinan asupan gula yang berlebihan.