Indonesia Hadapi Krisis Sampah Plastik, Penggunaan Kemasan rPET 100% Tekan Dampak Negatif pada Lingkungan
Penggunaan Kemasan rPET 100% (Ivan Two Putra/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Krisis sampah plastik menjadi salah satu permasalahan yang mengancam dunia saat ini. Dampaknya pun sudah cukup mengganggu keseharian manusia. Khusus untuk Indonesia saja, 6,8 juta ton sampah plastik diproduksi setiap tahunnya.

Melihat potensi kerusakan dari tak terkendalinya sampah plastik, Coca-Cola berupaya aktif untuk menangani permasalahan sampah plastik di Indonesia dengan penggunaan kemasan botol yang terbuat dari 100 persen plastik PET daur ulang (rPET). Penggunaan kemasan rPET disebut sebagai yang pertama bagi perusahaan minuman di Indonesia.

“Ada beberapa prinsip yang kita jalankan. Untuk di Coca-Cola Europacific Partners sendiri ada 6 pilar, salah satunya terkait kemasan,” kata Lucia Karina selaku Director of Public Affairs, Communications and Sustainability PT Coca-Cola Indonesia, saat konferensi pers di Gandaria, Jakarta Selatan, 16 Juni.

Tidak hanya kemasan yang menggunakan plastik daur ulang, Karina juga memberi contoh dimana salah satu produk dari perusahaannya menggunakan botol plastik teringan di dunia.

“Untuk kemasan, yang sudah kita jalankan adalah mengurangi penggunaan plastik yang ada. Barang-barang kami, rata-rata sudah dengan kemasan yang ringan. Bahkan salah satu produk kami menggunakan botol plastik teringan di dunia,” ujar Karina.

Penggunaan kemasan rPET juga diikuti dengan cara pengumpulan sampah kemasan yang ada. Perusahaan bekerja sama dengan Mahija Parahita Nusantara menerapkan ekonomi sirkular loop tertutup.

Karina menjelaskan bahwa keberadaan Mahija Parahita Nusantara dapat memangkas mata rantai pengumpulan sampah plastik yang dinilai merugikan mereka yang bekerja mengumpulkan sampah plastik. Dalam hal ini, Karina memilih untuk menyebut pemulung sebagai recycling heroes.

“Di konvensional, mata rantainya terlalu panjang, akibatnya para recycling heroes itu tidak mendapatkan hak yang sesuai atas apa yang mereka lakukan. Di Mahija Parahita Nusantara, mata rantai itu kita potong, agar recycling heroes itu bisa mendapat nilai yang wajar atas pekerjaan mereka,” tuturnya.

Dengan apa yang telah dilakukan sejauh ini, Karina menyebut bahwa inovasi yang dilakukan berhasil mengurangi penggunaan plastik hingga 24 persen, terhitung sampai tahun 2022 lalu. Ia pun menyampaikan komitmen perusahaan untuk terus berupaya mengurangi penggunaan plastik.

“Kami berharap di tahun 2030, kami sudah bisa mengumpulkan semua kemasan kami itu 100 persen dari nilai plastik yang kami pakai. Dan di tahun 2025, mudah-mudahan 50 persen dari seluruh produk yang dipakai (bisa terkumpul),” ucap Karina.

Tidak berhenti sampai di situ, Lucia Karina juga mengatakan bahwa Coca-Cola Indonesia sudah bekerja sama dengan beberapa pihak yang dinilai kompeten untuk mengembangkan Bank Sampah di banyak kota Indonesia. Ia ingin mengembangkan Bank Sampah yang saat ini masih berbasis RT dan RW menjadi unit UMKM yang mandiri.

“Kegagalan bank sampah berbasis RT dan RW terletak pada kepercayaan para nasabah. Karena saat mereka kumpulkan, dicatatnya secara manual. Begitu akhir bulan, mereka merasa angka yang nasabah catat tidak sama dengan angka dari pihak administratornya,” kata Karina.

“Para bank sampah ini juga bisa dikembangkan sebagai unit UMKM, sehingga mereka bisa mengembangkan bank sampah mereka,” sambungnya.

Upaya mengumpulkan sampah plastik yang dijabarkan di atas, disebut Karina sebagai kolaborasi Indonesia sesungguhnya. Ia mengajak masyarakat untuk lebih melihat kearifan lokal yang hidup di tengah-tengah masyarakat ketimbang melihat bagaimana cara negara lain menanggulangi masalah sampah plastik.

“Ini merupakan kolaborasi Indonesia yang sesungguhnya. Kita tidak perlu berkaca dari negara lain, kita bisa menggunakan local wisdom (kearifan lokal) kita untuk mengatasi sampah plastik. Ini adalah apa yang disebut gotong royong,” pungkas Lucia Karina.