Dana Kampanye PM Malaysia Najib Razak: Hibah Arab Saudi yang Dicurigai Uang Korupsi
Mohammad Najib bin Tun Haji Abdul Razak yang pernah menjabat sebagai PM Malaysia dari 2009-2018. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Mohammad Najib bin Tun Haji Abdul Razak bukan orang baru dalam peta politik Malaysia. Ia bak juru selamat yang mampu membawa perubahan di Negeri Jiran. Pucuk dicinta ulam tiba. Najib mampu menjelma jadi Wakil Perdana menteri (PM), kemudian PM Malaysia.

Satu periode jabatan PM nyatanya tak cukup bagi Najib. Ia memilih kembali maju dalam Pemilu 2013. Hasilnya gemilang. Suara rakyat Malaysia membuat Najib menang, sekalipun penuh kontroversi. Seisi Malaysia kaget bukan main Najib mengaku Arab Saudi jadi penyokong dana kampanyenya. Apa iya?

Masuk dunia politik Malaysia tak pernah mudah. Kompleksitas dan ragamnya suku bangsa di Malaysia jadi muaranya. Namun, narasi itu tak jadi penghalang bagi Najib. Ia jadi contoh politikus yang mampu memanfaatkan benar pengaruh dinasti politik.

Suatu dinasti politik yang dirintis oleh ayahnya mantan PM Malaysia ke-2, Abdul Razak Hussein yang menjabat dari 1970-1976. Najib yang baru lulus kuliah di bidang ekonomi indutsri dari Universitas Nottingham, Inggris langsung tancap gas.

Ia mulai memantapkan langkah untuk masuk ke gelanggang politik. Najib mampu memenangkan kursi di parlemen Malaysia kala usianya masih muda, 23 tahun. Karier politiknya moncer. Ia bahkan pernah menjabat sebagai menteri. Dari menteri bidang pendidikan hingga keuangan.

Najib Razak dilengserkan dari kursi Perdana Menteri Malaysia karena kasus korupsi. (Wikimedia Commons)

Eksistensi itu membuatnya dilirik mendampingi Abdullah Ahmad Badawi menjadi Wakil PM Malaysia yang baru sedari 2004. Jabatan itu dilanggengkan dengan penuh suka cita. Namun, kuasa Abdullah sebagai PM Malaysia tak berjalan mulus.

Ia dihadapkan dengan fakta kegagalannya memberantas korupsi di Malaysia. Pun kontroversi lainnya terus bermunculan. Segenap rakyat dan oposisi pun menghendakinya untuk mengundurkan diri. Tuntutan itu baru dilaksanakan Abdullah pada 2009.

Abdullah kemudian menunjuk Wakil PM, Najib Razak sebagai penggantinya. Najib pun tak menolak. Ia menerimanya dengan baik. Ia lalu mengarahkan kepemimpinannya kepada dua hal. Pertama, kemakmuran rakyat. Kedua, melesatkan pertumbuhan ekonomi.

“Prinsip kedua pula adalah usaha menggerakkan ekonomi Negara dan berusaha meletakkannya kembali di atas landasan pertumbuhan sehat serta mapan. Alhamdulillah, keinginan ini telah menunjukkan kejayaan awal yang membanggakan, apabila kesan dua paket rangsangan fiskal telah berjaya mengembalikan pertumbuhan ekonomi Negara kepada pertumbuhan positif,” terang Najib dalam buku Jawapan Najib: Merangkai Persoalan Semalam, Konflik Hari Ini, dan Cabaran Masa Depan (2010).

Skandal Dana Kampanye

Hidup sebagai PM Malaysia tak mudah. Najib harus terus berjibaku dengan tuntutan rakyat Malaysia yang menginginkan negerinya bebas dari korupsi. Namun, keinginan itu tak mudah. Najib terus berusaha.

Alih-alih memilih mundur atau menyudahi jabatannya, ia malah ingin naik sebagai PM kali kedua. Jalur pemilu jadi opsinya melanggengkan impian jadi PM Malaysia kali kedua. Segala macam fokus pikiran diarahkan ke Pemilu 2013. Sekalipun orang-orang memahami bahwa ongkos politik bukan hal yang murah.

Najib tak gentar. Ia jadi calon PM Malaysia yang paling siap. Dana kampanye bejibun. Hasilnya gemilang. Najib terpilih kembali sebagai PM Malaysia periode dua. Namun, kemenangan Najib harus dibayar mahal.

Kepemimpinannya mendapatkan kritik sana sini. Pun skandal dana kampanye Najib di Pemilu 2013 mencuat. Rekening pribadi Najib --bukan rekening Najib sebagai PM-- diduga mendapatkan kiriman uang yang jumlahnya mencurigakan.

Pengiriman uang itu dilanggengkan beberapa kali. Dari akhir Maret 2013 hingga awal April 2013. Transaksi itu total mencapai angka 680 juta dolar AS. Angka itu cukup besar. Kecurigaan muncul dari sana-sini.

Mantan PM Malaysia, Najib Razak di Pengadilan Federal Malaysia pada 22 Agustus 2022. (Bernama)

Mantan Jaksa Agung, Gani Patail yang dipecat Najib pada 2015 mengungkap hal yang sama. Orang-orang mencurigai dana sebanyak itu dari hasil korupsi Dana Investasi Negara 1MDB. Skandal itu membawa kehebohan di seantero Malaysia.

Najib pun mulanya tak ambil pusing. Ia menyebut dana itu adalah hibah dari pemerintahan Arab Saudi. Hibah itu diberikan sebagai ajian supaya Najib segera memutus mata rantai dari gerakan Islam radikal, Ikhwanul Muslimin di Malaysia.

Namun, khalayak umum tak mudah percaya klaim Najib. Sebab, tiada keterangan resmi dari Arab Saudi memberikan dana untuk kampanye politik Najib. Khalayak justru menyakini bahwa Najib tilap uang negara dari 1MDB.

Skandal dana kampanye itu dibawa ke meja pengadilan kala Najib lengser. Ia didakwa dengan berbagai macam kejahatan yang melibatkan skandal 1MDB. Total ia menghadapi 42 dakwaan korupsi dan pencucian uang pada 2018. Kemudian, ia diadili atas tujuh dakwaan pada 2019.

Dakwaan itu dikabulkan pada 2020. Najib dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Meski begitu ia tetap bebas dengan jaminan hingga Agustus 2022. Semuanya berubah ketika upaya hukum tingkat lanjut dilanggengkan Najib.

Pengadilan tinggi Malaysia justru membebaskan Najib karena jaksa gagal membuktikan dugaan korupsinya pada 2023. Najib selalu berkelit bahwa uang yang ada padanya adalah hibah dari Arab Saudi untuk dana kampanye Pemilu 2013.

“Tujuan dari donasi tersebut sederhana, kata sumber Saudi tersebut – yaitu untuk membantu Najib dan koalisinya memenangkan Pemilu. Kemudian mempekerjakan tim komunikasi strategis dengan pengalaman internasional, berfokus pada provinsi Sarawak, dan mendanai program sosial melalui kampanye partai.”

“Tapi mengapa Saudi harus peduli dengan Pemilu di negara non-Arab yang jaraknya lebih dari 6.000 km? Jawabannya, kata sumber tersebut, terletak pada kekhawatiran mereka atas meningkatnya kekuatan Ikhwanul Muslimin, yang mereka anggap sebagai organisasi teroris,” ungkap Frank Gardner dalam tulisannya di laman BBC berjudul Saudi gift to Malaysia PM Najib Razak 'For Election Campaign' (2016).