Corazon Aquino Resmi Jadi Presiden Filipina dalam Sejarah Hari Ini, 25 Februari 1986
Corazon Aquino saat disumpah sebagai Presiden Filipina pada 25 Januari 1986, dan dia menjabat hingga 1992. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 38 tahun yang lalu, 25 Februari 1986, Maria Corazon Sumulong Cojuangco Aquino resmi jadi Presiden Filipina yang baru. Jabatan itu didapatnya karena rakyat Filipina yakin Cory adalah sosok wanita yang mampu membawa perubahan bagi bangsa dan negara.

Sebelumnya, rezim Ferdinand Marcos jadi masa paling kelam dalam sejarah Filipina. Kepemimpinan Marcos yang represif dan manipulatif jadi muaranya. Marcos represif hingga rakyat Filipina merana. Rakyat Filipina, utamanya Cory bergerak menggulingkannya.

Kehadiran rezim Ferdinand Emmanuel Edralin Marcos Sr banyak membawa luka bagi seisi Filipina. Kepemimpinannya dikenal manipulatif. Citra itu terbentuk karena Marcos menganggap dirinya sebagai pahlawan dalam invasi Jepang ke Filipina. Padahal, kebenaran akan hal itu diragukan banyak pihak.

Keraguan banyak pihak nyatanya tak senada dengan yang dipikirkan rakyat Filipina kebanyakan. Mereka menganggap Marcos adalah harapan baru. Dukungan itu dibuktikan dengan mulusnya jalan Marcos dalam dunia politik.

Ia mampu muncul sebagai anggota DPR, bahkan hingga menjadi orang nomor satu di Filipina sedari 1965. Sosoknya digadang-gadang dapat membawa perubahan. Jauh panggang dari api. Kepemimpinan Marcos justru mendatangkan banyak petaka.

Corazon Aquino bersama suaminya, Senator Benigno Aquino Jr. (X/Asean)

Marcos dianggap melulu memikirkan urusan kekuasaan. Kehidupan dan kesejahteraan rakyat tak dianggap bagian penting. Ia menggunakan militer sebagai alat kekuasaan dan meneror rakyat. Ia secara tak langsung memberikan pesan kepada mereka yang melempak kritik untuk waspada.

Barang siapa yang mengkritik akan diksa hingga dibunuh. Nafsu kuasa itu terbukti kala Marcos memperlihatkan nyalinya membunuh tokoh oposisi, Benigno Aquino Jr pada 1983. Siasat membunuh itu nyatanya jadi senjata makan tuan.

Istri Benigno Aquino Jr, Cory segera bergerak memimpin rakyat Filipina melawan Marcos. Hasilnya pemerintahan Marcos mampu digulingkan pada 1986. Sekalipun Marcos sekeluarga berhasil melarikan diri dengan hasil korupsinya ke Hawaii, Amerika Serikat (AS).

“Kampanye Marcos mahal dan pahit. Marcos menang dan dilantik sebagai presiden pada tanggal 30 Desember 1965. Pada tahun 1969 ia terpilih kembali menjadi presiden Filipina yang menjalani masa jabatan kedua.”

“Selama masa jabatan pertamanya, ia telah membuat kemajuan di bidang pertanian, industri, dan pendidikan. Namun, pemerintahannya bermasalah dengan meningkatnya demonstrasi mahasiswa dan aktivitas gerilya kota yang penuh kekerasan,” tertulis dalam laman Britannica, 6 Desember 2023.

Corazon Aquino bersaa putranya yang juga menjadi Presiden Filipina 1998-2007, Benigno Aquino III. (AFP)

Penggulingan Marcos membuat kekosongan kekuasaan hadir di Filipina. Pemilu presiden pun digelar. Hasilnya rakyat Filipina menghendaki Cory menjadi pemimpin baru Filipina. Alhasil, Cory resmi menjabat sebagai Presiden Filipina pada 25 Februari 1986.

Kepemimpinan Cory pun dipuji banyak pihak. Ia digadang-gadang mampu menghadirkan demokrasi di Filipina. Segala macam peraturan dari pemerintahan yang lama mulai direduksi dan diganti dengan aturan yang pro rakyat.

“Tapi, setelah terbunuhnya Senator Ninoy Aquino pada Agustus 1983, Cory dengan teguh hati mengambil alih perannya sebagai pemimpin politik oposisi Filipina melawan rezim despotik, yang sudah berurat-akar di negerinya.”

“Tanpa emosi yang dramatis, tanpa pretensi, cuma dengan mengatakan kepada rakyat apa yang telah dilakukan diktaton itu pada negeri ini. Ia menyentuh hati rakyat Fillipina yang cinta kebebasan. Kepedihan traumatis yang dirasakannya: setelah terbunuhnya suaminya di tangan rezim yang berkuasa saat itu membangkitkan kenangan akan penderitaan dan harapan mereka yang tersendat selama ini. Atas nama Cory, mereka yang peduli mengerahkan keluarga dan tetangganya menghadapi tank, meriam, dan rintangan kawat berduri yang dipasang kelompok-kelompok pembela diktator,” tertulis dalam laporan koran Tempo berjudul Warisan Cory Aquino (2009).