Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, lima tahun lalu, 2 Maret 2020, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto punya ajian terbaru menurunkan harga masker medis yang tinggi kala pandemi COVID-19. Ia akan segera mengurangi ekspor masker ke luar negeri.

Sebelumnya. Kehadiran pandemi COVID-19 membuat runyam segalanya. Penularan diprediksi akan massif. Korbannya bejibun. Kondisi itu membuat orang berbondong-bondong membeli masker. Kepanikan nyatanya membawa masalah baru. Kelangkaan masker di mana-mana.

Tiada negara yang benar-benar siap menghadapi pandemi COVID-19. Indonesia, apalagi. Wacana kedatangan virus dari Wuhan itu diprediksi mampu menghancurkan segala. Kehidupan seseorang bisa hancur dari berbagai macam sisi. Kehidupan hancur karena tertular virus korona.

Kehidupan hancur karena perekonomian anjlok. Semua itu karena virus korona dapat membuat usaha gulung tikar dan pengangguran di mana-mana. Kondisi itu kian parah karena khalayak diminta untuk terus bertahan.

Petugas medis mengambil sampel darah jurnalis saat Rapid Test COVID-19 secara Drive-Thru di Halaman Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Rabu (8/4/2020). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp)

Pemerintah memang belum melakukan konfirmasi virus korona masuk Indonesia. Kondisi itu membuat pemerintah belum mengetahui secara pasti perihal penanganan dari COVID-19. Rakyat Indonesia jadi berspekulasi terkait Langkah penanganan yang tepat dalam memutus mata rantai penyebaran virus korona.

Langkah yang dianggap paling masuk akal adalah membekali diri dengan alat Kesehatan macam masker medis dan Hand sanitizer (pembersih tangan). Kedua barang itu harus dimiliki jika tak ingin tertular COVID-19. Narasi itu membuat rakyat Indonesia berbondong-bondong membeli masker dan lain-lainnya pada Februari.

Akibatnya, beberapa barang langka di pasaran. Kelangkaan yang paling nyata adalah masker. Harga masker yang ada di pasaran sudah tak masuk dalam akal. Kenaikkannya berkali-kali lipat. Orang-orang yang panik tak kebagian segera membayar mahal.

Sebab, mereka memandang bahwa virus korona dapat menyebabkan kematian. Masalah muncul. Mereka dengan ekonomi lemah tak mampu menjangkaunya. Mereka tak dapat mengakses masker yang mahal. Kemenkes pun angkat tangan.

"Pakai peraturan apapun tidak bisa karena pasar akan bermain. Jadi akan muncul efisiensi. Kalau efisiensi harga akan rasional sendiri. Kalau tidak efisien maka muncul irasionalitas. Percuma kita bikin peraturan apapun," ungkap Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto sebagaimana dikutip laman CNBC, 17 Februari 2020.

Masalah muncul kala pemerintah mengumumkan bahwa virus korona terdeteksi di Indonesia pada 2 Maret 2020. Tiga orang tertular COVID-19 diumumkan ke publik oleh pemerintah. Kondisi itu membuat kepanikan melanda seisi Indonesia.

Pertanyaan terkait kelangkaan masker muncul ke permukaan. Narasi itu sudah pasti karena rakyat jadi benar-benar tak ada pilihan lain selain berburu masker. Pengunguman baru saja diucapkan harga masker melonjak tajam.

Masker isi 50 ragam merek yang biasanya murah bisa menembus ratusan ribu hingga kurang dari satu juta. Masalah itu segera jadi fokus Kemenko Perekonomian setelah beberapa jam pengunguman virus korona masuk Indonesia. Mereka menilai kelangkaan dan mahalnya masker karena produksi masker dalam negeri difokuskan untuk ekspor.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto. (Kemenko Bidang Perekonomian)

Untuk itu, Langkah yang akan diambil adalah mengurangi ekspor masker supaya harga masker kian terjangkau dan tak langka. Upaya itu bak jadi solusi penting yang akan segera dilakukan pemerintah ke depan.

“Pemerintah nanti dengan perdagangan, mengurangi ekspor masker,” kata Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto sebagaimana dikutip laman tempo.co, 2 Maret 2020.