Tukang Kapal Terbaik Dunia Ada di Pulau Onrust, Batavia
Ilustrasi (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Kawasan Oud Batavia atau Kota Tua dan Nieuw Batavia tak selalu jadi primadona dalam pembahasan sejarah Jakarta. Ada Pulau Onrust di Kepulauan Seribu yang juga jadi kepingan sejarah penting Ibu Kota.

Pulau Onrust jelas bukan sembarang pulau. Sejarah demi sejarah lahir di pulau ini. Salah satunya, kala kongsi dagang Belanda VOC mulai mengemas keinginan untuk memonopoli rempah di Jayakarta.

Tak heran. Untuk memuluskan keinginannya, VOC bersiasat meminjam Onrust dari Pangeran Jayakarta dalam sebuah perundingan yang terlaksana pada 10-13 November 1610. Lewat perundingan tersebut, keduanya menandatangani kesepakatan bahwa Onrust secara paripurna dipinjam oleh VOC.

Seperti yang diungkap Alwi Shahab dalam Batavia Kota Hantu (2010). Isi kesepakatan memuat kewenangan VOC dalam mengambil kayu untuk pembuatan kapal-kapalnya di Teluk Jakarta. Tak hanya itu, VOC yang mulai bermain cantik untuk mengusai Jayakarta pun menjadikan Onrust sebagai pelabuhan sekaligus membangun galangan kapal yang cukup besar pada 1613.

“Adanya galangan kapal ini sangat berarti bagi Belanda, mengingat pelayaran dari Belanda ke Jakarta memerlukan waktu berbulan-bulan yang menyebabkan kerusakan kapal,” tulis Alwi Shahab.

Ilustrasi gambar Pulau Onrust (Wikimedia Commons)

Disinyalir, dari situlah mulai muncul nama Onrust yang dalam bahasa Belanda berarti “tak pernah istirahat”. Nama itu terpatri di pulau tersebut. Namun, nama itu kesohor hanya di kalangan orang Belanda saja. Sedangkan bagi orang Pribumi, kebanyakan menyebut pulau tersebut dengan nama Pulau Kapal, karena saking banyaknya kapal yang hilir mudik.

Dikutip dari Robert Parthesius dalam bukunya berjudul Dutch Ships in Tropical Waters (2010), dirinya menyebutkan galangan kapal di Onrust juga dilengkapi oleh gudang-gudang tempat penyimpanan muatan saat kapal sedang diperbaiki. Alasan itulah yang menjadi awalan tukang kayu di Pulau Onrust terkenal sebagai tenaga terampil dalam memperbaiki kapal.

Sampai-sampai, sempat tertulis dalam berbagai literatur, bahwa tukang kayu Onrust adalah tukang kapal terbaik di dunia. “... bahkan, saat belum bernama Batavia, kapal-kapal sudah banyak yang singgah merawat kapal di Teluk Jayakarta. Sayangnya, galangan kapal di Pulau Onrust sempat hancur oleh Inggris dan serangan dari Kerajaan Mataram pada 1629. Untungnya, setelah kejadian tersebut, Onrust kembali berkembang sebagai pusat perawatan kapal utama di Batavia.”

Terbaik di dunia

Salah satu bukti Pulau Onrust memiliki tukang kayu yang terampil dalam memperbaiki kapal, muncul dari seorang petualang terkenal dan juga penemu Benua Australia, Kapten James Cook. Dikutip dari Bernard H.M Vlekke, dalam buku berjudul Nusantara (1961), Kapten Cook pada 1770 pernah terpaksa berlabuh di Onrust untuk memperbaiki Kapal “Endeavour” yang rusak berat setelah menjelajahi separuh dunia.

Saat kapal selesai diperbaiki, Cook berpendapat tukang kayu di galangan kapal Onrust bekerja dengan baik dan sangat efisien. Sehingga Kapten Cook dengan bangga mengakui kualitas tenaga tukang kayu di Onrust. “Tidak ada galangan kapal laut di seluruh dunia yang lebih baik daripada Batavia.”

Tak hanya itu, Adolf Heuken juga mengungkap hal yang sama dalam buku legendarisnya berjudul Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta (2007). Pastor berkebangsaan Jerman tersebut menuturkan bahwa para tukang kayu di Onrust dapat memperbaiki segala macam kapal, “baik Dhow Arab, Oostindievaarders Belanda, Bark Inggris dan Junk Tionghoa.”

Oleh karenanya, wajar jika seorang kepala tukang di Onrust –Baas van Onrust— hidup bagaikan seorang pangeran. “Seperti kebanyakan pejabat tinggi di Batavia, Baas itu memperkerjakan para tukang, yang ditempatkan di bawah kuasanya untuk menjalankan berbagai bisnis pribadi. Barang, suku cadang, tali tambang dan perkakas yang mahal, karena perlu didatangkan dari Belanda, tak jarang dijual untuk mempertebal kantong mandor,” tulis Adolf.

Sekalipun para tukang kayu dipuja-puji, tetap saja mereka yang bekerja dengan ritme cepat sering kali mendapatkan perlakuan kasar dan upah kecil. Meski begitu, orang-orang dari pelosok negeri tetap saja tertarik untuk datang mengadu nasib di Pulau Onrust.

Buktinya, sekitar tahun 1775, terhitung telah lebih dari dua ribu orang tinggal di Onrust. Sebagian besar dari populasi itu berprofesi sebagai tukang kayu dan serdadu Belanda. Di samping itu, adapula sekitar ratusan budak belian yang kebanyakan adalah wanita.

Penduduk di Pulau Onrust (Wikimedia Commons)

Geliat terhenti

Sedihnya, geliat kesibukan Onrust sempat terhenti karena serangan dari kapal perang Inggris yang membakar seisi pulau pada tahun 1800. Tak hanya itu. Inggris lalu melanjutkan aksi penghancuran Onrust pada tahun 1806 dan 1810.

Beruntung, banyak di antara fasilitas yang sudah berpindah ke pasar ikan. Perubahan besar di Onrust mulai terlihat pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman WIlliem Daendels (1808–1811).

Pengagum Napoleon Bonaparte tersebut tak hanya mematikan aktivitas di Onrust, melainkan dirinya memberi perintah untuk mengosongkan Pulau Onrust. “Oleh karena itu, peninggalan zaman VOC yang kini masih dapat dilihat tinggal fondasi dermaga, gereja, beberapa nisan dan benteng saja,” tulis Adolf.

Pada akhirnya, Onrust sempat berubah fungsi menjadi tempat pembuangan tahanan politik dan menjadi pusat karantina haji. Kehadiran Pelabuhan Tanjung Priok di Utara Jakarta yang lebih lengkap pun sedikit demi sedikit menggantikan peranan galangan kapal di Pulau Onrust yang sebelumnya dikenal tak pernah beristirahat. Onrust pun dipaksa rehat dalam waktu yang panjang.

Oleh sebab itu, kala orang-orang ingin mengenang kembali kejayaan Pulau Onrust, bisa jadi mereka yang datang hanya disambut oleh reruntuhan bangunan, sisa-sisa perkakas rumah tangga, hingga menikmati kenangan saat Pulau Onrust masih jaya-jayanya lewat puisi dari batu nisan seseorang dara jelita penduduk Pulau Kapal, Maria van de Velde yang meninggal pada 1721. Puisi tersebut berbunyi:

Walaupun telah dikubur,

Seandainya Tuhan berkenan,

Dirinya pantas hidup bertahun-tahun lamanya.

Namun, rupanya Jehova menghalangi itu dengan kematiannya.

Maria hilang, Maria tiada lagi!

Bukan! Saya tarik kembali kata itu,

Karena diucapkan tanpa pikir panjang.

Maka, semoga kelancanganku langsung didenda!

Kini Maria sungguh-sungguh hidup, saat dirinya telah dekat dengan sang pencipta.