Terobosan Teknologi Mampu Ubah Gelombang Otak Pasien Stroke Jadi Kalimat
Demonstrasi dekodifikasi gelombang otak (YouTube @UC San Fransisco)

Bagikan:

JAKARTA - Pertama kali di dunia, peneliti asal Amerika Serikat sukses mengembangkan perangkat neuroprostetik yang mampu menerjemahkan gelombang otak dari pasien koma menjadi kalimat utuh. 

“Ini adalah tonggak sejarah teknologi untuk seseorang yang tidak bisa berkomunikasi secara alamiah,” terang David Moses, teknisi post-doktoral di University of California San Fransisco (UCSF) yang juga salah satu penulis dari penelitian yang diterbitkan The New England Journal of Medicine, Kamis, 15 Juli.

David mengungkapkan bahwa temuannya tersebut mendemonstrasikan potensi pendekatan teknologi dalam memberi suara pada orang atau pasien yang mengalami kehilangan kesadaran atau suara. 

Terobosan ini melibatkan 36 lansia yang mengalami stroke saat berusia 20 hingga membuatnya menderita anarthria. Ini adalah sebuah kondisi di mana seseorang tidak mampu untuk berbicara dengan jelas, meskipun fungsi kognisinya tetap utuh. 

Selama ini, ribuan manusia kehilangan kemampuan berbicara akibat stroke, kecelakaan, atau penyakit setiap tahunnya. Menurut penelitian sebelumnya dalam bidang ini, penelitian memfokuskan pada pembacaan gelombang otak via elektroda untuk mengembangkan prosthetik mobilitas guna memungkinkan pengguna mengeja huruf. 

Pendekatan anyar tersebut bertujuan untuk menyediakan komunikasi yang lebih alami dan cepat. Dalam penelitian sebelumnya yang juga dilakukan ilmuwan asal UCSF, para peneliti meletakkan susunan elektroda pada pasien dengan kemampuan berbicara normal namun tengah menjalani operasi otak. 

Tujuannya untuk melakukan dekodifikasi pada sinyal yang mengontol saluran suara yang mengekspresikan vokal dan konsonan, serta menganalisa pola untuk memprediksi kata. Hanya saja, konsep tersebut belum diujicobakan pada pasien lumpuh guna membuktikan fungsi klinisnya.

Pencapaian Penting Teknik Saraf

David Moses bersama tiim kemudian meluncurkan penelitian baru berjudul ‘Brain-Computer Interface Restoration of Arm and Voice’. Partisipan pertama yang bergabung dalam penelitian tersebut disebut sebagai BRAVO1. 

Sejak menderita stroke yang menyerang batang otak, membuat gerakan kepala, leher, dan anggota tubuh BRAVO1 begitu terbatas. Sedangkan untuk berkomunikasi, BRAVO1 hanya menggunakan batang penunjuk yang dipasang pada topi baseball guna menyodok huruf di layar.

Bersama BRAVO1, para ilmuwan mengembangkan kamus berisi 50 kata. Sebagian besar kata merupakan jenis kata penting yang kerap dipakai dalam aktivitas sehari-hari, seperti ‘air’, ‘keluarga’, dan ‘bagus’. Kemudian, peneliti pun melakukan operasi penanaman elektroda berdensitas tinggi di atas korteks motorik.

Selama beberapa bulan selanjutnya, peneliti merekam aktivitas saraf seiring upaya BRAVO1 dalam mengucapkan 50 kata yang sudah disiapkan. Kemudian, menggunakan Kecerdasan Buatan untuk membdeakan pola dalam data yang mengikatnya dengan kata-kata.

Hasilnya, sistem yang dikembangkan David bersama tim mampu mendekodifikasi lebih dari 18 kata per menit dengan rata-rata akurasi mencapai 75 persen. Dan fungsi Koreksi Otomatis, seperti yang bisa kita temukan pada ponsel, berkontribusi besar dalam kesuksesan tersebut. 

“Sepengetahuan kami, ini adalah demonstrasi pertama yang berhasil mendekodekan kata-kata secara penuh langsung dari aktivitas otak sesorang yang lumpuh dan tidka bisa bicara,” ungkap ahli beda saraf pasien BRAVO1, Edward Chang, yang juga menjadi rekan penulis dalam penelitian tersebut.