Resensi Buku 'Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal' karya Fandy Hutari
Resensi Buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal (Detha Arya Tifada/VOI)

Bagikan:

MEDAN – Indonesia adalah negara yang memiliki banyak keunikan, mulai dari sejarah, tradisi, dan budaya. Bahkan, tiap daerah dari Sabang sampai Merauke memiliki keunikan masing-masing.

Akan tetapi berbagai kebudayaan di Nusantara seiring dengan berkembangnya waktu, perlahan-lahan seni dan budaya itu mulai dilupakan.

Anehnya, ketika kebudayaan Indonesia mulai diakui negara lain, protes pun bermunculan dari bumi Nusantara.

25 Tulisan dalam Buku Fandy Hutari

Demi membangkitkan kecintaan budaya Indonesia, Fandy Hutari mengemasnya lewat buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal (2011).

Lewat 25 tulisan yang dibaginya dalam lima babak, Fandy ingin pembacanya mengetahui awal mula perkembangan teater, film, tokoh pelopor kebudayaan, budaya, serta tradisi lokal.

Misinya jelas, Fandy ingin tiap orang yang membaca buku ini mendapatkan khazanah sejarah, seni, dan budaya yang telah populer sedari dulu di Indonesia dan menjaganya.

Setelah membaca buku setebal 246 halaman ini, kami menentukan secara acak kesenian dan budaya yang menarik, di antaranya gotong domba, tari cekeruhan, kebaya dan ondel-ondel betawi.

Gotong Domba

Kesenian ini berawal dari kehidupan warga Kiara Beres, Sumedang, Jawa Barat yang sebagai besar memiliki mata pencaharian sebagai petani dan peternak domba. Atas dasar itu, salah seorang pemuda memiliki ide untuk membuat suatu kesenian yang dipentaskan pada Hari Kemerdekaan Indonesia 2001, yakni membuat arca domba.

Arca domba diusulkan karena domba menjadi bagian dari warga Kiara Beres selama bertahun-tahun. Sayangnya, pada saat acara Agustusan, arca domba rusak karena seni kuda lumbing yang melompat ke arah arca.

"Untuk itu, mereka berpikir bagaimana kalau kalau arca domba ini digotong, tidak ditarik lagi. Bulunya diganti dengan bulu domba Australia," tertulis di halaman 70.

Dalam fase penyempurnaan kesenian gotong domba, beberapa warga menciptakan musik-musik dan tarian khas yang mengiringinya. Musiknya dinamakan kawihan, yang terdiri dari dog-dog, kendang, gong dan simbal.

Alat musik tambahan berupa terompet, serta diiringi oleh seorang sinden. Tak hanya itu, pementasan kesenian yang biasanya hanya menunggu Agustusan, kini juga digunakan dalam acara khitanan anak-anak.

Tari Cikeruhan

Tarian yang diduga berasal dari Desa Cikeruh, Jatinangor, Sumedang sudah jarang pentaskan di tempat asalnya sendiri. Senimannya yang ahli bermain musik pengiring Cikeruhan pun makin langka.

Jika ditelusuri, tarian ini merupakan tarian pergaulan yang usianya sudah sangat tua. Embrio lahirnya dari tradisi ritual panen padi sebagai wujud rasa syukur pada Dewi Sri Pohaci (dewi kesuburan) sekitar abad ke-18.

 

Artikel ini pernah tayang di VOI.ID dengan judul: Resensi Buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal – Mengenal Kembali Budaya Bangsa.

Selain resensi buku 'Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal', ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!