Belajar dari Kasus Baim Wong dan Cara Menanggulangi Kemiskinan Struktural di Indonesia
Tangkap layar (Youtube/Baim Paula)

Bagikan:

MEDAN - Beberapa waktu ini aktor Baim Wong menjadi bulan-bulanan warganet lantaran sikapnya terhadap kakek-kakek yang meminta uang kepadanya.

Bukannya memberikan uang, namun Baim Wong malah menyuruh kakek tersebut bekerja dengan lebih giat lagi, bukan untuk meminta-minta uang kepadanya yang notabene sering bagi-bagi.

Persoalan kemiskinan yang terjadi di negara dengan tingkat ketimpangan tinggi mungkin tak sesederhana memberi nasihat "makanya kerja" kepada seseorang. Nasihat itu mungkin ampuh untuk mengentaskan kemiskinan individual, tapi sulit bahkan untuk menyentuh persoalan kemiskinan struktural.

Kemiskinan karena Malas Kerja adalah Kemiskinan Individu

Guru Besar Sosiologi pertama di Indonesia, Selo Soemardjan seperti dikutip M. Alwi Dahlan dalam Pemerataan Informasi, Komunikasi Pembangunan (1997) menjelaskan kemiskinan yang dialami oleh seseorang karena dia malas bekerja atau karena dia sakit menahun merupakan kemiskinan yang bersifat individual. Sedangkan, kemiskinan struktural yakni kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakatnya tak memberikan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.

Contohnya, seorang petani dapat miskin karena ulah tengkulak. Ini bisa terjadi misalnya karena untuk proses tanam petani pinjam modal ke rentenir, namun ketika panen harga ambles karena ada permainan harga dari tengkulak ditambah impor dari luar.

Pada masalah kemiskinan struktural ini banyak faktor-faktor yang membuat suatu golongan sulit untuk meningkatkan pendapatannya --kalau tak bisa disebut terjebak dalam kemiskinan. Itulah mengapa orang tak bisa tiba-tiba kaya hanya karena membanting tulang, dan orang juga tak tiba-tiba miskin hanya karena malas kerja.

Dosen Antropologi Universitas Padjadjaran, Budi Rajab dalam tulisannya yang bertajuk Kemiskinan Struktural dan Cara Penanggulangannya menjelaskan, bila dilihat dari pendekatan struktural, kemiskinan terjadi karena adanya ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan faktor-faktor produksi seperti tanah, teknologi, dan bentuk kapital lainnya. Kata Budi, dalam proses relasi antar individu atau kelompok saat memanfaatkan sumber daya ekonomi memunculkan segelintir orang yang bisa memiliki dan menguasai sumber-sumber daya ekonomi yang disebut kaum elite.

"Kaum elit ini selanjutnya melakukan konsolidasi melalui lembaga-lembaga tertentu agar sumbersumber daya ekonomi yang dikuasai mereka tetap terjaga, malah dapat lebih diperbesar lagi. Di sinilah mulai muncul ketimpangan ekonomi yang dalam perjalanan waktu menjadi kian menajam," tulis Budi.

Menurut Budi, akses institusional yang dipakai kaum elite dalam rangka proses konsolidasi antara lain lewat pembentukan kelompok kepentingan atau asosiasi-asosiasi usaha tertentu, birokrasi pemerintahan, ikatan kekerabatan dan lainnya. "Karena itu, pada akhirnya ketimpangan itu tidak melulu ditandai dengan ketidakmerataan dalam pemilikan dan penguasaan hal-hal yang material, tetapi juga menunjuk pada adanya kesenjangan pada akses dan kontrol pada institusi-institusi sosial."

"Mungkin, dalam konteks keterkaitannya dengan institusi sosial inilah, dalam istilah ilmu sosial Indonesia kemiskinan yang demikian itu dikenal dengan istilah 'kemiskinan struktural.' Kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tidak memberikan peluang dan kesempatan untuk bisa terlibat dalam menggunakan sumber-sumber daya ekonomi," jelas Budi.

Cara menanggulangi Kemiskinan Struktural di Indonesia

Sementara itu untuk menanggulangi kemiskinan struktural, tak bisa semudah menasehati orang untuk lebih giat bekerja. Kata Budi, hal kemiskinan struktural utamanya bisa dieliminir dengan membuat kebijakan yang langsung mengidentifikasi dan menghapus sumber-sumber ketimpangannya.

"Program penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui transformasi mendasar pada struktur ekonomi, politik, dan sosial masyarakat yang tidak lagi didominasi kelompok elit, dengan cara membentuk dan mengembangkan institusi-institusi yang memihak langsung pada orang-orang miskin. Institusi-institusi tersebut mesti secara langsung memberikan akses dan kontrol atas sumber sumber daya ekonomi bagi tumbuhnya peluang berusaha dan kesempatan bekerja yang layak bagi orang-orang miskin," tulis Budi.

Untuk itu, menasihati warga kelas bawah untuk lebih rajin bekerja memang terkesan lebih simpel ketimbang melihat persoalan kemiskinan yang ternyata cukup pelik. Lagi pula, kembali lagi ke polemik Baim Wong, kalau dia menyuruh orang-orang ekonomi kelas bawah lebih giat bekerja, apakah enggak khawatir kalau bahan kontennya bakal berkurang?

Baim Wong adalah salah satu dari banyak artis yang kerap membuat konten bagi-bagi uang. Memang dia bukan pioneer dalam menciptakan aksi kedermawanan sebagai konten Youtube dan media sosial.

Konten bagi-bagi uang ini selalu ramai sejak 2000-an. Salah satunya karena acara ini selalu menarik iba masyarakat. Sebut saja beberapa acara kedermawanan yang sukses adalah Tolong! yang konsepnya mirip dengan beberapa konten Atta Halilintar, acara Bedah Rumah, sampai Uang Kaget. Alih-alih membantu mengentaskan kemiskinan, acara ini justru "menjual kemiskinan" dengan membetot rasa iba penonton.

Artikel ini pernah tayang di VOI.ID dengan judul:

Selain , ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!