MEDAN - Ketua Serikat Media Siber Indonesia Tapanuli Utara, Jan Piter Simorangkir menjelaskan efek tiga tahun terakhir, jebolnya bendungan Aek Siborgung di Desa Parbubu 1, Kecamatan Tarutung, Taput, Sumatera Utara.
Jebolnya bendungan yang tak kunjung diperbaiki tersebut, telah mengakibatkan seluas 300 ha lahan persawahan warga mengalami kekeringan.
BACA JUGA:
"Tiga tahun jebolnya bendungan Aek Siborgung yang tak kunjung diperbaiki dan mengakibatkan 300 ha areal persawahan warga mengalami kekeringan merupakan sudut populis yang harus segera disikapi Pemprovsu. Setelah kita terjun langsung melihat kondisi lokasi, sangat memprihatinkan," ujar Jan Piter saat memimpin kegiatan penelusuran lokasi, dilansir dari Antara, Jumat 26 November.
Masyakat beralih ke pertanian kering
Hasil penelusuran, kata Jan Piter, bendungan kembali jebol setelah sebelumnya sudah dibangun oleh Pemerintah Provinsi Sumut, tiga tahun lalu, telah memutus aliran irigasi untuk kurang lebih 300 ha persawahan di Desa Parbubu 1, Parbubu 2 dan Hutapea Banuarea.
Kondisi lahan tanpa air, memaksa masyarakat untuk beralih ke pertanian lahan kering menggantikan pertanian padi yang menopang hidup warga tiga desa. Potret lainnya, sebagian besar petani, justru membiarkan lahannya terbengkalai, karena selama ini lahan mereka hanya produktif bila digunakan sebagai persawahan padi.
Saat ini, Bendungan Siborgung yang dibangun pada 2017 oleh Pemprov Sumut, saat ini sudah ditumbuhi semak belukar yang mencapai ketinggian hingga tiga meter.
Pun kondisi lebih kurang 250 hektar lahan yang dulunya persawahan produktif berubah menjadi lahan kering yang ditumbuhi semak belukar.
Pada eksisting bangunan, ditemukan kerusakan fatal sepanjang 100 meter di bagian pondasi saluran air hingga ke pintu air penyalur sekunder irigasi.
Sementara itu, kedalaman permukaan air sudah menurun hingga 3 meter lebih dan kerusakan tanggul yang jebol mencapai 40 meter mengakibatkan putusnya aliran sungai Aek Siborgung ke bendungan.
Arman Simbolon, petani setempat menyebutkan, kerusakan bendungan itu telah menimbulkan dampak buruk pada produk pertanian mereka, khususnya padi.
Pada tiga tahun terakhir, mereka telah beralih pada komoditi jagung dan kacang-kacangan. Kendati demikian, ketergantungan terhadap beras untuk memenuhi pangan, masih sangat tinggi.
"Kami sangat terpukul akibat kerusakan bendungan ini. Sudah tiga tahun kami tidak memproduksi padi, padahal padi adalah kebutuhan utama kami," sebutnya.
Senada, Riste Tobing dan Kasman Hutagaol, petani lainnya juga mengatakan jika permasalahan yang mereka alami telah disampaikan di tingkat desa, kecamatan, hingga ke bupati, serta kepada Anggota DPRD Provinsi Manimpan Lumbantobing, Tuani Lumbantobing, Rahmadsah Sibarani dan Victor Silaen.
Terkait hal ini, Camat Tarutung Reinhard Lumbantobing juga mengurai langkah upaya yang telah dilakukan dalam penanggulangan permasalahan.
"Setahun setelah dibangun mengalami kerusakan, tepatnya tiga tahun lalu, kita sudah melakukan penanggulangan," ungkapnya.
Pada awalnya kata Renhard, masyarakat dengan spontan melakukan gotongroyong massal dibantu Pemkab Tapanuli Utara dengan menurunkan alat berat, tetapi upaya penanggulangan yang dilakukan tidak bertahan lama;tanggul jebol lagi.
"Kendati demikian, tanggul yang dibangun masyarakat itu tidak bertahan lama. Begitu hujan lebat turun, tanggul itu kembali jebol," terangnya.
Kata Camat Renhard, kondisi Aek Siborgung telah dilaporkan ke Pemkab Taput, namun karena Sungai Aek Siborgung adalah ranah Pempropsu, usulan pembangunannya pun telah diteruskan Pemkab Taput.
"Sesungguhnya, usulan proyek perbaikan tanggul sudah masuk dalam daftar prioritas, yang kita sampaikan ke Provinsi, rencananya di tampung pada APBD Sumut Tahun 2020. Namun karena terjadinya refocusing anggaran, sehingga perbaikannya hingga kini belum terealisasi," tukasnya.
Selain Bendungan Siborgung, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI Sumut, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!