SUMATERA UTARA – Tuak adalah minuman keras tradisional yang tidak dapat dipisahkan dalam tradisi masyarakat di Sumatera Utara. Meskipun bagian dari budaya, namun banyak pihak yang kini menentang eksistensi tuak.
Minuman tuak batak di Sumatera Utara banyak dijumpai di daerah Tapanuli Utara dan sekitarnya. Tuak dibuat dari batang kelapa atau batang aren yang kemudian diambil airnya.
BACA JUGA:
Dalam pengolahannya, tuak batak dicampurkan dengan raru. Kemudian nira aren adalah bahan dasar pembuatan tuak.
Tuak sebagai Jamuan Adat dan Efek Menyehatkan
Dalam tradisi Suku Batak, tuak adalah jamuan sekaligus sajian utama dalam setiap acara adat dan berbagai upacara adat.
Dalam penelitian di sebuah Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Aceh, menyatakan jika masyarakat Tapanuli Utara khususnya Batak memiliki anggapan jika tuak berkhasiat untuk menyehatkan tubuh lantaran memiliki efek menghangatkan.
Sejarah tuak menjadi minuman khas Suku Batak hingga menjadi jamuan dalam acara adat memiliki akar yang cukup panjang.
Marco Polo Menulis tentang Tuak Batak
Bahkan, ketika Marco Polo mengunjungi Sumatera di tahun 1290, dirinya mencatatjika masyarakat Batak sudah gemar minum tuak.
Namun terdapat salah satu legenda Batak yang dapat menjadi rujukan mengenai tuak di Sumatera. Legenda tersebut disebut sebagai legenda bagot atau arenga pinnata, yang dipercayai sebagai pohon mistis.
Sejak zaman dulu, masyarakat Suku Batak Karo sudah memanfaatkan sagu bagot untuk pembiakan semacam ulat sagu untuk dijadikan bahan makanan.
Makanan yang berbahan dasar ulat asal Sumatera tersebut disebut dengan kidu-kidu dan memiliki protein sangat tinggi.
Kemudian, batang pohon sagu yang keras biasa digunakan sebagai titian anak sungai. Batang tersebut juga biasa digunakan sebagai penyaluran air ke sawah-sawah.
Kemudian buah dari bagot dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau yang biasa disebut kolang-kaling.
Selanjutnya, bagian pohon bagot yang menjadi bahan utama pembuatan tuak ada pada tangkai bunga jantan yang gagal jadi buah. Oleh para penyadap, bagian tersebut dimanfaatkan untuk diambil tetesan air. Masyarakat Batak menyebut tetesan tersebut sebagai “air susu Dewi Siboru”.
Selain sejarah dan tradisi tuak Batak di Sumatera Utara, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!