MEDAN - Soekarno atau Bung Karno tiba di tanah pembuangan Ende, Flores pada 1934. Ia dan keluarga menumpang kapal Jan van Riebeeck selama delapan hari. Awal mula kedatangannya, Ende sempat dianggap sebagai penjara terbuka. Di sana segala kegiatan politik tak dapat dilanggengkan.
Ende tak ubahnya sebuah kawasan yang terisolir. Ketiadaan telpon dan telegram adalah penguat anggapan itu. Namun, tiada jalan yang mampu mematikan semangat Bung Karno. Ia mulai kerasan hidup di Ende. Ia pun mulai mempelajari sekitarnya. Utamanya lingkungan rumah pengasingannya di Ambugaga.
BACA JUGA:
Hobi baru Bung Karno di Ende, Mandi di Kali
Ia pun tak kehabisan akal. Bung Karno memanfaatkan jalur kirim surat lewat pos untuk meneruskan pengaruhnya di tanah tanah Jawa. Sementara di Ende sendiri, Bung Karno banyak mengajak diskusi warga setempat. Bahkan, pejuang daerah.
Metode itu membuat pengaruh Soekarno tetap terjaga. Alias makin meluas. Setali dengan itu, Bung Karno semakin menikmati kehidupan di Ende. Ia banyak melanggengkan hobi baru. Mandi di kali, salah satunya. Aktivitas itu dianggapnya cukup menyenangkan.
“Di dalam kota Ende terdapat sebuah kampung yang lebih kecil lagi, terdiri dari pondok‐pondok beratap ilalang, bernama Ambugaga. Jalanan Ambugaga itu sangat sederhana, sehingga daerah rambahan dimana terletak rumahku tidak bernama.”
“Tidak ada listrik, tidak ada air leding. Kalau hendak mandi aku membawa sabun ke Wola Wona, sebuah sungai dengan airnya yang dingin dan di tengah‐tengahnya berbingkah‐bingkah batu. Di sekeliling dan sebelah menyebelah rumah ini hanya terdapat kebun pisang, kelapa dan jagung. Di seluruh pulau itu tidak ada bioskop, tidak ada perpustakaan ataupun macam hiburan lain,” tutup Soekarno sebagaimana ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).
Saban hari Bung Karno memilih mandi kali. Sebagaimana penduduk Ambugaga pada umumnya. Awalnya Bung Karno memilih mandi di sungai karena sumur di belakang rumahnya cukup dalam. Alhasil, mandi di sungai jadi opsi yang paling mudah dan menyenangkan. Nyatanya aktivitas mandi di sungai berair dingin itu disukai oleh Bung Besar.
Tak hanya Soekarno, keluarganya yang ikut ke Ende termasuk sang istri, Inggit Garnasih juga menyukai mandi di kali. Mandi di kali jadi salah satu hiburan Inggit di tanah pengasingan. Apalagi ketika melangsungkan perjalanan ke sungai ia dapat menikmati panorama Ende yang indah dengan seksama.
“Tak ada listrik di rumah kami, yang kami sewa dari Haji Abdul Amburawuh, seseorang yang cukup berada. Kami mempergunakan lampu minyak tanah dan yang bertugas untuk mengatur lampu itu ialah Omi (anak angkat Soekarno: Ratna Djuami) yang sudah pandai pula menolong kami di dapur.”
“Halamannya lumayan luas, sehingga kami bisa bercocok tanam, berkebun sayur-sayuran dan bunga-bungaan. Di sekeliling rumah terdapat pohon-pohon pisang, kelapa, dan jagung. Ada sumur, tetapi dalam sekali. Kalau mandi, kami lebih senang pergi ke pemandian di Wola Wona, sungai dengan airnya yang dingin dan berbatu-batu besar di tengah-tengahnya,” tutup Inggit Garnasih sebagaimana ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Kuantar Ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno (1988).
Artikel ini pernah tayang di VOI.ID dengan judul: Memori Bung Karno Menumpang Mandi di Sungai Wola Wona Saat Diasingkan ke Ende
Selain Hobi Unik Bung Karno, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI Sumut, Berita Sumatera Utara Terkini!