Kasus Pemerkosaan Sum Kuning di Yogyakarta, Beda Sikap Jenderal Hoegeng dan Soeharto
Sum Kuning (Sumber: Istimewa)

Bagikan:

MEDAN - Awal tahun 70-an publik dibuat geger oleh kasus pelecehan seksual wanita penjual telur asal Yogyakarta, Sum Kuning. Pada waktu itu banyak yang menduga jika para pelaku perkosaan tak lain adalah anak pejabat tinggi.

Meskipun jadi korban, ironisnya Sum malah dijadikan tersangka. Kemudian sekalipun Sum sudah dibebaskan, Hukuman yang diberikan kepada Sum Kuning membuat Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso (1968-1971) geram.

Jeneral Hoegeng menaruh perhatian lebih pada kasus Sum Kuning.

Polisi jujur itu menjadikan kasus Sum Kuning sebagai ajang pembuktiannya sebagai kapolri yang tak pandang bulu.  Hoegeng menyakini muara kasus Sum Kuning ada pada versi yang menyebut terkait keterlibatan anak-anak pejabat. Bukan pada versi polisi Yogyakarta yang menyebut pemerkosa adalah orang biasa.

Hoegeng segera meminta pertanggunjawaban dari Kepolisian Yogyakarta. Awal januari 1971, Hoegeng memerintahkan pembentukan sebuah tim untuk menangani kasus Sum Kuning. Nama tim tersebut adalah Tim Pemeriksa Sum Kuning.

“Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Ea. Jadi, walaupun keluarga sendiri kalau salah tetap kita tindak. Geraklah, the sooner the better,” ungkap Hoegeng sebagaimana ditulis Aris Santoso dkk dalam buku Hoegeng: Oase Menyejukkan Di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009).

Di bulan yang sama, Hoegeng menceritakan perkembangan kasusnya kepada Presiden Soeharto. Dalam pertemuan yang berlangsung, Soeharto justru tak begitu tertarik dengan kasus Sum Kuning. The Smiling General justru menginstruksikan perkara  Sum Kuning ditangani oleh Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtip).

Sikap Soeharto dinilai janggal seraya kasus Sum Kuning lebih dari perkara kriminal biasa. Sebelum kasus terungkap, Hoegeng justru diberhentikan oleh Soeharto pada 2 Oktober 1971. Bersamaan dengan itu, gaung kasus Sum Kuning semenjak diambil oleh Kopkamptip hilang dari permukaan.

Pada akhirnya, pengungkapan pelaku sebenarnya tak tersentuh hukum, setidaknya hingga saat ini. Hoegeng lalu menyesali tindakan pemerintah Orba yang melakukan pembiaran urusan Polri dicampuri pihak lain.

“Harapan saya agar urusan Polri tidak dicampurtangani pihak lain, menjadi memprihatinkan dalam penanganan kasus Sum Kuning di Yogya. Penanganan kasus itu menjadi petanda buruk bahwa mustahil dalam waktu dekat semua fungsi polisional diserahkan kepada Polri,” tutup Hoegeng sebagaimana ditulis Abrar Yusra dan Ramadhan K.H. dalam buku Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993).

Artikel ini pernah tayang di VOI.ID dengan judul: Anak Petinggi Negeri Ramai-Ramai Perkosa Sum Kuning Si Penjual Telur

Selain Kasus Pemerkosaan Sum Kuning di Yogyakarta, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!