Harga Mobil Listrik Masih Mahal, Komponen Ini yang Menjadi Penyebabnya
Der ID.3 mit Schnellladesystem.

Bagikan:

MEDAN - Selain Tesla, duduk di lima besar penjualan terbesar mobil listrik tahun lalu adalah Volkswagen Group (757.994 unit), SAIC (termasuk SAIC-GM-Wuling) 683.986 unit, BYD 593.878 unit, dan Stellantis (hasil merger FCA dan PSA) 360.953 unit.

Kelimanya mengusai 51 persen pasar global, menurut Inside EVs. Lantas jawaban dari kenapa mobil listrik mahal adalah komponen baterai.

Baterai mobil listrik berpengaruh pada harga jual

Baterai masih menjadi biaya ongkos produksi utama (terbesar) dalam sebuah kendaraan listrik dan akhirnya berpengaruh besar pada harga jual.

Menurut penelitian International Council on Clean Transportation (ICCT) pada 2019, biaya pembuatan sel baterai mencapai hingga 70 persen hingga 75 persen dari total ongkos produksi baterai secara keseluruhan.

Berdasarkan pernyataan produsen mobil Volkswagen, General Motors, dan Tesla, rata-rata biaya produksi baterai berbahan nikel kombalt aluminium oksida (NCA) pada 2018 berkisar antara 100 dolar (Rp1,4 juta) hingga 150 dolar (Rp2,1 juta) per kWh (kilo Watt hour).

Sedangkan untuk yang berbahan nikel mangan kobalt (NMC) yang diproduksi lebih terbatas, biayanya mencapai 150 dolar (Rp1,4 juta) hingga 200 dolar (Rp2,8 juta) per kWh. Artinya, semakin tinggi kapasitas baterai dan semakin jauh jangkauan kendaraan listrik, biayanya kian besar.

Tapi dengan semakin berkembangnya teknologi yang tentu saja dibarengi dengan produksi massal baterai, maka ongkos produksi akan semakin rendah. Ini membutuhkan keseimbangan antara ongkos produksi dengan jumlah produksi yang dihasilkan untuk mencapai harga lebih murah.

Oleh karena itu, kemudian muncul perkiraan ongkos pembuatan baterai yang semakin rendah. Ongkos produksi baterai diperkirakan akan turun menjadi 130 dolar hingga 160 dolar per kWh pada 2020-2022, kemudian menjadi 120 dolar (Rp1,7 juta) hingga 135 dolar (Rp1,9 juta) pada 2025.

Tesla menyatakan akan bisa mencapai 100 dolar/kWh pada tahun 2022, terkait dengan paket baterai berbasis teknologi NCA dan berdasarkan volume produksi yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Survei industri BloombergNEF (BNEF) menunjukkan biaya produksi paket baterai akan turun menjadi 62 dolar (Rp891.000) per kWh pada 2030.

Dengan pendekatan kolaborasi produsen otomotif dengan pembuat baterai yang semakin banyak diterapkan belakangan ini, pemilihan bahan dan teknologi yang makin murah, ditambah volume produksi EV yang diperkirakan terus meningkat, jelas bakal membuat ongkos baterai dan harga mobil listrik lebih terjangkau.

Semoga, dengan pasar kendaraan listrik tahun ini--yang menurut perkiraan Gartner--mencapai 6,3 juta unit secara global akan dibarengi dengan harga yang semakin terjangkau serta infrastruktur yang semakin baik di berbagai penjuru negeri di dunia.

Selain Harga Mobil Listrik Masih Mahal, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI Sumut, Berita Sumatera Utara Terkini!